JAKARTA – Anggota Komisi IX DPR RI, Kurniasih Mufidayati memandang langkah pemerintah untuk memfungsikan Wisma Atlet menjadi Rumah Sakit khusus COVID-19 lebih realistis daripada bangun RS baru.
“Gedungnya sudah siap pakai dan memiliki ruangan cukup banyak. Namun harus dipastikan bahwa semua ruang steril dan layak untuk ruang perawatan. Dan sebaiknya gedung ini difokuskan untuk perawatan isolasi pasien saja bukan untuk pasien yang sudah berat kondisinya,” kata Mufida
Mufida menilai, daya tampung RS yang ada saat ini semakin tidak mencukupi dan bercampur dengan pasien lain yang berpotensi memperbesar penularan. Karena itu, ia setuju pengalihfungsian Wisma Atlet menjadi RS Khusus COVID-19. “Sebaiknya hindari menjadikan semua RS menjadi RS Rujukan COVID-19, karena resisten buat pelayanan pasien non COVID-19. Seperti RSCM, sebagai RS Nasional rujukan dari semua penyakit, akan lebih baik jika tidak merawat pasien COVID-19”, tegas Mufida
“Langkah ini perlu didukung dengan ketersediaan sumberdaya tenaga kesehatan (dokter dan perawat) dalam jumlah yang memadai dilengkapi dengan alat kesehatan yang bagus. Dan yang lebih penting adalah perlindungan kepada para pejuang COVID-19. Kebutuhan APD (Alat Perlindungan Diri) yang memadai adalah kebutuhan mendasar untuk melindungi teman-teman yang berjuang di garda terdepan ini,” tegas politisi Partai Keadilan Sejahtera ini.
Mufida menambahkan, dia sudah banyak menerima keluhan tentang stok APD yang menipis dan tidak memadai untuk para tenaga medis. “Bahkan di daerah sudah ada yang berpikir untuk memodifikasi jas hujan sebagai APD, ini sangat memprihatinkan”
Mufida berharap, dengan adanya RS khusus ini, kebutuhan perlindungan dan kecukupan nutrisi untuk para tenaga kesehatan ini bisa lebih terpenuhi.
“Karena jika ada tenaga kesehatan yang sakit, maka dia juga harus diistirahatkan dan diisolasi minimal selama 14 hari. Itu artinya tenaga medis yang bisa bertugas akan berkurang,” ujar Mufida.
Kendati begitu, lanjut Mufida, penyiapan RS khusus ini harus dibarengi upaya-upaya pencegahan penularan.
“Jangan abaikan penerapan social distancing secara ketat, pembatasan mobilitas, termasuk pilhan karantina parsial pada wilayah tertentu jika memang dibutuhkan,” pungkas Mufida. (*)