Jakarta — Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS Kurniasih Mufidayati meminta agar kesejahteraan Penyuluh Keluarga Berencana (PKB)/Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) ditingkatkan untuk membantu mengatasi persoalan stunting.
Saat ini prevalensi stunting Indonesia pada 2019 mencapai 27,7 persen. Hampir 50 persen provinsi di Indonesia masih memiliki prevalensi stunting diatas 30 persen, beberapa contohnya adalah Nusa Tengara Timur yang mencapai 43,8 persen dan Sulawesi Barat 40,4 persen. Bahkan di Jakarta sebagai ibukota negara, masih terdapat 19 persen prevalensi Stunting. Data ini sungguh menyedihkan. Sementara target Pemerintah Pusat prevalensi stunting harus mencapai 14 persen pada 2024. Karenanya perlu ada upaya maksimal dari pemerintah.
Guna mempercepat penurunan angka stunting, Mufida menekankan pentingnya Penyuluh KB dilibatkan dalam proses penanganan stunting.
“Kita minta perhatian BKKBN dan Pemerintah pusat untuk kesejahteraan teman-teman penyuluh KB. Mereka membutuhkan tambahan insentif kesejahteraan sebagaimana yang sudah kita bahas pada rapat anggaran untuk membantu penurunan angka stunting,” ujar Mufida dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (2/10/2021).
Mufida menyebut, Penyuluh KB/Petugas Lapangan KB adalah ujung tombak garda depan program BKKBN di masyarakat. Mereka, papar Mufida, juga membutuhkan bantuan tambahan alat peraga untuk membantu edukasi secara intensif ke warga.
“Ditambah pelatihan dan pembekalan khususnya dalam menghadapi tantangan di setiap daerah untuk menurunkan angka stunting,” papar Mufida.
Mufida juga meminta agar BKKBN melakukan koordinasi secara baik dengan lintas kementerian dan lembaga agar program stunting ini tidak terkesan saling lempar tanggung jawab.
“Tolong lakukan koordinasi dengan Kementerian dan Lembaga sebab banyak program stunting ini yang berkaitan dengan banyak stakeholder. Jangan saling lempar tanggung jawab nantinya,” ungkap dia.
Misalnya koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri untuk memastikan Pemda memberikan perhatian serius dalam program penurunan stunting.
Kemudian harus ada pembagian kerja yang jelas antara BKKBN dan Kementerian Kesehatan pada sektor penanganan stunting.
“Jangan sampai lempar tanggung jawab dan wewenang. Jika bicara soal Pemda maka harus dengan Kemendagri. Pembagian wewenang antara Kemenkes dan BKKBN juga harus jelas. Begitu juga pembagian tugas dengan kementerian atau badan lain di pemerintah. Kita tidak mau dalam penanggulangan stunting terjadi saling mengandalkan dan overlap antar stakeholder. Semua harus jelas siapa mengerjaian apa, agar target 2024 bisa tercapai,” sebut dia.