Jakarta — Bidang Perempuan dan Ketahanan Keluarga (BPKK) DPP PKS menggelar Pelatihan Peningkatan Kapasitas Konsultan Rumah Keluarga Indonesia (RKI) Tingkat Lanjut dalam menghadapi kasus kejahatan seksual yang makin marak terjadi di masyarakat.
Ketua DPP PKS Bidang Perempuan dan Ketahanan Keluarga, Kurniasih Mufidayati mengatakan RKI PKS telah melakukan edukasi dan menerima laporan serta menangani sejumlah kasus kejahatan seksual termasuk kasus dalam rumah tangga.
“RKI berjalan sejak 2016 dan sudah ada di 34 provinsi seluruh Indonesia. Memiliki 2.000 konsultan yang bertugas memberikan edukasi kepada masyarakat dan menerima layanan konsultasi termasuk pendampingan dan fasilitasi kepada korban kejahatan seksual,” papar Mufida
dalam acara Pelatihan Konsultan Keluarga RKI Tingkat Lanjut dengan tema Perlindungan Korban Kejahatan Seksual, di kantor DPP PKS di Jakarta, Ahad (21/11/2021).
Mufida menyebut beberapa kasus yang pernah ditangani konsultan RKI adalah kasus pemerkosaan, pelecehan seksual, pencabulan anak, KDRT dan sebagainya.
“Secara umum dampak trauma bagi korban tidak mudah untuk proses healingnya dan juga mengancam kesehatan mental jangka panjang, maka menjadi amanah bagi konsultan RKI untuk menjadi fasilitator dan pendamping korban kejahatan seksual dengan merujuk kepada lembaga yang berwenang,” papar dia.
Salah satu kegiatan edukasi RKI adalah Sekolah Pra Nikah (SPN) yang materinya antara lain adalah pendidikan pencegahan kebebasan dan penyimpangan seksual.
“Dalam pelatihan ini dibahas juga tentang tata cara pendampingan korban kejahatan seksual. PKS terbuka mengajak masyarakat yang memiliki perhatian dan kompetensi terhadap kasus kejahatan seksual, untuk bergabung bersama RKI dalam memberikan Perlindungan Kepada Korban Kejahatan Seksual. Selanjutnya jika ada masyarakat yang membutuhkan layanan konsultasi RKI dapat menghubungi hotline RKI yang tersedia,” tutur Mufida.
Lebih lanjut Mufida menjelaskan sebagai bentuk keprihatinan kepada korban kejahatan seksual, PKS mendorong adanya UU di Indonesia yang mengatur hukum atas kasus-kasus Kejahatan Seksual. Namun UU tersebut harus mencakup semua perilaku kejahatan seksual. Oleh karena itu, terhadap RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang saat ini sedang dibahas di DPR RI, FPKS mengusulkan agar disesuaikan judul dan kontennya yaitu RUU Tindak Pidana Kesusilaan. Kecuali jika dalam waktu bersamaan nanti, disahkan juga RKUHP yang menjadi RUU carry over periode lalu.
“RUU TPKS jika berdiri sendiri tanpa pengesahan RKUHP, akan menimbulkan masalah besar yaitu akan terjadi kekosongan hukum bagi semua tindak pidana kesusilaan, yang mencakup semua kejahatan seksual”, ujar Mufida menegaskan.