Dan untuk kita, saudara-saudara, lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka!
Dan kita yakin, saudara-saudara, pada akhirnya pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan kita.
Sebab Allah selalu berada di pihak yang benar.
Percayalah saudara-saudara, Tuhan akan melindungi kita sekalian.
Allahu Akbar..! Allahu Akbar..! Allahu Akbar..!
Merdeka!!!
Itulah petikan menyejarah dari Bung Tomo, yang memberikan semangat juang kepada arek-arek Surabaya, 10 November 1945. Pidato Bung Tomo ini menggerakkan jiwa pemuda-pemuda revolusi untuk tegak mempertahankan usia kemerdekaan yang baru seumur jagung.
Bung Tomo menggambarkan dengan sempurna tentang makna menjadi pejuang. Mereka ini, tidak pernah terpikir untuk mendapat gelar pahlawan. Tidak pernah terbersit bahwa perjuangan mereka akan terus dikenang sebagai Hari Pahlawan.
Yang Bung Tomo dan arek-arek Surabaya lakukan adalah memilih berjuang. Lebih baik hancur lebur daripada kemerdekaan kembali dirampas. Rela berkorban adalah ciri utama mereka. Ditambah keyakinan yang kuat bahwa yang mereka lakukan adalah kebaikan dan kebenaran.
Hari ini dan ke depan, rasanya sifat rela berkorban dan yakin atas jalan yang dipilih sebagai jalan kebenaran adalah hal yang harus ditumbuhkan. Sebab itu adalah ciri-ciri utama sifat kepahlawanan.
Menghargai Pahlawan kesehatan
Tidak perlu menunggu masa depan, hari ini kita sudah disuguhkan tindakan-tindakan kepahlawanan. Seluruh bangsa baru saja mengalami cobaan yang cukup berat, pandemi Covid-19.
Semua tanpa kecuali mengalami kesulitan yang berat. Namun, di tengah semua orang harus berdiam diri, menjauhi segala kemungkinan pusat penularan ada orang-orang yang justru maju ke depan. Mereka adalah para tenaga kesehatan.
Tenaga kesehatan dengan sadar tetap berjuang di pusat penularan, dengan tata laksana yang melelahkan dan berat baik fisik dan mental, risiko penularan paling besar dan meninggalkan keluarga yang dicintainya untuk berjuang di medan perang melawan Covid-19.
Para pahlawan kesehatan ini pun terkena impaknya. Ratusan dari mereka gugur saat bertugas. Data Lapor Covid-19 mengungkapkan, ada 2.087 tenaga kesehatan yang meninggal per 21 April 2022. Mayoritas dari mereka, 751 orang adalah para dokter.
Menyusul kemudian 670 perawat, 398 bidan, 51 ahli teknologi laboratorium medis, 58 apoteker, 46 dokter gigi, 12 petugas rekam radiologi dan 8 terapis gigi turut wafat dalam pandemi Covid-19.
Belum berhenti disini, masih ada 7 orang sanitarian, 5 tenaga farmasi, 4 petugas ambulans, 3 tenaga elektromedik dan 2 orang epidemiolog yang meninggal. Sisanya ada 80 tenaga kesehatan lain yang meninggal karena Covid-19.
Wafatnya 2.087 tenaga kesehatan karena pandemi Covid-19 adalah kehilangan besar. Sebab hari ini rasio jumlah tenaga kesehatan dengan jumlah penduduk Indonesia masih sangat timpang. Saat ini jumlah dokter di Indonesia sekitar 140 ribu. Sementara kebutuhan ideal berdasarkan rasio WHO adalah dibutuhkan 270 ribu dokter di Indonesia.
Maka kehilangan tenaga kesehatan dalam jumlah yang cukup besar semakin melebarkan disparitas rasio jumlah tenaga kesehatan di Indonesia. Sebuah kehilangan besar bagi Indonesia yang sangat tertinggal jauh dari sisi rasio tenaga kesehatan dengan jumlah penduduk.
Di sisi lain, melahirkan tenaga kesehatan harus melalui tingkat pendidikan yang tidak mudah dan panjang. Maka proses regenerasi harus dijalankan dalam waktu yang tidak singkat. Pada kasus kekurangan dokter dengan menghitung laju lulusan kedokteran, maka dibutuhkan setidaknya 10 tahun untuk mengejar ketertinggalan jumlah rasio dokter. Itupun dengan tidak menghitung faktor lain seperti wafatnya tenaga kesehatan.
Sebab itu, wafatnya tenaga kesehatan bukan sekadar angka. Ini adalah sebuah persoalan serius sebab taruhannya adalah kualitas kesehatan nasional yang terancam. Bangsa ini seharusnya berduka lalu melakukan instrospeksi mendalam.
Tenaga kesehatan yang telah berkorban hingga nyawa telah menyelesaikan amanahnya dengan paripurna. Maka tugas generasi selanjutnya untuk melahirkan tenaga kesehatan baru dengan spirit yang sama. Rela berkorban, yakin kepada kebenaran dan peduli dengan masa depan generasi.
Selain itu bentuk penghargaan kepada tenaga kesehatan yang telah berjuang dengan memastikan hak-haknya ditunaikan. Memberikan apresiasi terutama bagi mereka tenaga kesehatan honorer yang telah berjuang dan memberikan manfaatnya. Evaluasi rencana penghapusan tenaga honorer. Berikan afirmasi tenaga kesehatan agar mudah diangkat menjadi ASN Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Ini sebagai bentuk penghargaan kepada mereka yang rela berjuang, bersiap untuk mengorbankan segalanya untuk mengatasi pandemi. Negara harus hadir untuk tenaga kesehatan agar hidup mereka semakin berkualitas sehingga kiprahnya di bidang kesehatan bisa semakin luas manfaatnya terutama untuk publik.
Melidungi Pahlawan devisa
Kita juga sudah mendengar sejak lama tentang istilah pahlawan devisa. Istilah ini ditujukan bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI). Menurut data Bank Indonesia (BI), pada kuartal II 2022 remitansi atau pengiriman uang pekerja migran Indonesia (PMI) dari luar negeri ke Tanah Air mencapai US$2,39 miliar.
Jumlah tersebut meningkat 1,82% dibanding kuartal sebelumnya, serta tumbuh 4,87% dibandingkan dengan kuartal yang sama tahun lalu.
Dari data ini sudah ada kebangkitan dari sisi remitansi PMI yang terbukti turut menggerakkan ekonomi nasional. Sebab angka remitansi para pahlawan devisa ini hanya kalah dari sektor Minyak dan Gas.
Pembukaan kembali beberapa negara penempatan setelah pandemi Covid-19 melandai menjadi salah satu momentum kebangkitan bagi penempatan PMI.
Sebagai kelompok yang mendapatkan gelar pahlawan devisa, tentu negara harus hadir untuk memberikan perlindungan. Manfaat besar dari hadirnya PMI harus diiringi dengan perlindungan yang ekstra bagi PMI. Perlindungan ini harus dilakukan sejak dari sebelum keberangkatan, saat proses keberangkatan, saat berada di negara penempatan hingga kelupangan kembali ke Tanah Air.
Beberapa bulan terakhir kita disuguhkan dengan masih banyaknya calon PMI jalur nonprosedural yang berhasil digagalkan berangkat. Selain yang digagalkan, PMI nonprosedural sudah ada yang menjadi korban dugaan perdagaangan manusia di beberapa negara Asia Tenggara. Jumlahnya banyak dan berpola.
Artinya mafia penempatan PMI nonprosedural masih bergentayangan di Tanah Air. Pemerintah juga sudah membentuk gugus tugas Tidan Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang terdiri dari lintas kementerian dan lembaga dan berada di pusat hingga daerah. Namun dengan kekuatan yang cukup besar nampaknya belum ada perlindungan dari bahayanya mafia PMI nonprosedural yang masih berkeliaran.
Sebab itu, tidak ada toleransi untuk bisa memberantas mafia PMI nonprosedural sampai ke akarnya. Perlindungan bagi PMI yang sudah ada di negara penempatan juga tak kalah pentingnya.
Saat teman-teman sudah menjadi Purna PMI, tanggung jawab juga tidak boleh dilepaskan. Pemberdayaan bagi purna PMI agar bisa membangun daerah asal perlu pendampingan, dukungan dan ekosistem yang suportif.
Maka hari pahlawan tahun ini sangat relevan untuk memberikan tribut kepada mereka para pahlawan kesehatan dan pahlawan devisa kita. Selamat Hari Pahlawan!!
Dr Kurniasih Mufidayati
Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS
Dapil DKI Jakarta II (Jakarta Pusat, Jakarta Selatan dan Luar Negeri)