JAKARTA — Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang baru saja usai digelar di Bali menghasilkan beberapa resolusi salah satunya Pandemic Fund atau dana darurat global untuk menghadapi pandemi pada masa mendatang.
Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS Dr Kurniasih Mufidayati menyebutkan komitmen Pemerintah Indonesia dalam menginisasi pandemic fund harus diikuti dengan keberpihakan anggaran kesehatan dalam negeri.
Kurniasih menyebut keberpihakan anggaran kesehatan dalam negeri bisa dimulai dengan berdikari dalam bidang obat dan alat kesehatan. Ia mengungkapkan, pandemic fund akan berguna bagi Indonesia jika kemandirian obat dan alat kesehatan sudah rampung dilakukan.
“Jika obat dan alat kesehatan masih bergantung ke negara lain maka sama halnya kita masih mengandalkan impor. Meski dalam skema hibah misalnya masih ada dana talangan untuk mendatangkan obat dan alat kesehatan dari luar negeri dan mendistribusikannya ke seluruh daerah. Pandemic fund secara global mesti diikuti dengan kemandirian obat dan alat kesehatan, itu harga mati,” papar Kurniasih dalam keterangannya, Jumat (18/11/2022).
Komitmen keberpihakan anggaran dalam negeri selanjutnya yang masih jadi catatan adalah kepedulian terhadap tenaga kesehatan honorer.
Saat ini masih ada 213.249 tenaga kesehatan honorer sementara formasi perekrutan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tenaga kesehatan masih jauh di bawah angka tersebut.
Belum lagi persyaratan teknis yang harus dilalui untuk ikut dalam seleksi PPPK seperti harus memiliki kualifikasi Pendidikan sesuai dengan formasi jabatan fungsional yang dilamar dan harus memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) dan memiliki masa kerja sesuai dengan formasi Jabatan Fungsional yang dilamar, dengan masa kerja antara 2 sampai 5 tahun sesuai jenjangnya.
“Tenaga kesehatan honorer ini khusus karena kemampuan mereka khusus dan ditempuh dengan pendidikan yang khusus pula sehingga tidak semua orang bisa mengisi. Sementara penghargaan terhadap tenaga kesehatan honorer masih terbatas, padahal sudah terbukti dalam menangani pandemi dan krisis kesehatan lainnya,” ujar Kurniasih.
Belum lagi persoalan anggaran kesehatan seperti tertunggaknya dana BPJS Kesehatan untuk RS Swasta, pembangunan Fasilitas Pelayanan Kesehatan khususnya Puskesmas yang belum merata di daerah 3T termasuk jumlah tenaga kesehatan yang sangat timpang dengan jumlah penduduk berikut persoalan persebaran.
“Inisiasi global harus diikuti dengan komitmen kuat perbaikan kualitas kesehatan dalam negeri, sehingga apa yang nampak hebat di luar juga terasa adanya perbaikan nyata di masyarakat. Tidak jauh panggang daripada api,” tutup Kurniasih.