Oleh Dr.Hj.Kurniasih Mufidayati, M.Si
Ketua DPP PKS Bidang Perempuan dan Ketahanan Keluarga
Hari Keluarga Nasional bukan sekadar seremonial tahunan di kalender, melainkan sebuah perayaan cinta yang mengikat setiap insan dalam keluarga. Tahun 2024 ini, Indonesia sudah memperingati Hari keluarga Nasional yang ke-31. Di tengah gempuran zaman, tema “Keluarga Bahagia, Indonesia Sejahtera” menjadi oase yang menyegarkan, mengingatkan kita akan peran penting keluarga dalam membangun negeri. Keluarga adalah unit sosial terkecil dimana individu saling berinteraksi dan menjadi tempat tumbuh kembang manusia sebagai makhluk sosial di masyarakat
Pemerintah Indonesia sendiri menetapkan tema Hari keluarga Nasional tahun 2024 ini yaitu “Keuarga Berkualitas Menuju Indonesia Emas” merujuk pada tantangan yang dihadapi Indonesia menyambut 100 tahun kemerdekaan Indonesia pada 2045 mendatang. ema tersebut menjadi visi dan misi BKKBN mewujudkan keluarga Indonesia yang memiliki kualitas mumpuni.
Maka tema Keluarga Bahagia Indonesia Sejahtera menjadi sangat relevan karena keluarga bahagia akan meniad tempat yang baik untuk tumbuh kembangnya generasi emas yang akan mewarnai Indonesia pada 2045. Kegagalan menciptakan keluarga-keluarga yang bahagia, akan menjadi ancaman tersendiri bagi upaya mewujudkan generasi emas yang tidak hanya berbicara tentang fisik, namun yang lebih penting adalah karakter moral dan karakter kompetensi
Keluarga: Jantung Berdenyutnya Bangsa
Keluarga adalah sekolah pertama bagi setiap individu, tempat nilai-nilai luhur ditanamkan, karakter ditempa, dan mimpi-mimpi besar mulai dirangkai. Keluarga yang harmonis bagaikan benteng kokoh yang melindungi dari terpaan badai kehidupan, melahirkan generasi penerus yang tangguh dan berintegritas. Sebaliknya, keluarga yang rapuh dapat menjadi celah bagi masuknya berbagai masalah sosial, menghambat kemajuan bangsa. Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat sebagai wahana utama dan pertama terbentuknya kepribadian bangsa sekaligus tempat terbentuknya SDM berkualitas. Di dalam keluarga juga, nilai-nilai gotong royong sebagai bagian dari sistem nilai budaya masyarakat tumbuh dan berkembang.
Atas dasar hal tersebut, maka menjadi penting untuk membangun dan meningkatkan kesadaran setiap keluarga dan masyarakat akan penting dan strategisnya peran keluarga dalam menciptakan kehidupan bermasyarakat dan berbangsa yang harmonis dan menjunjung tinggi moral, solidaritas, persatuan dan kesatuan bangsa. Mengutip apa yang pernah disampaikan Wakil Presiden pada peringatan Harganas 3 tahun lalu, keluarga paling tidak memiliki delapan fungsi strategis, yaitu fungsi agama, sosial budaya, cinta kasih, melindungi, reproduksi, pendidikan, ekonomi dan fungsi pembinaan lingkungan. Oleh karena itulah, pembangunan bangsa hendaknya diawali dari pembangunan keluarga
Badai Tantangan Menerpa Bahtera Keluarga di Era Digital
Sayangnya, di balik gemerlapnya kemajuan zaman, keluarga Indonesia tengah menghadapi badai ujian yang mengancam keutuhan dan kebahagiaannya. Menurut Pusat Statistik Kesehatan Nasional Amerika Serikat tahun 2021, sekitar 4-5 juta orang menikah setiap tahun di AS dan sekitar 42-53% dari pernikahan tersebut akhirnya berakhir dengan perceraian. Ironisnya, tingkat perceraian juga tinggi pada negara dengan mayoritas penduduk muslim. Data PBB tahun 2020 menunjukkan tiga negara dengan tingkat perceraian tertinggi adalah Maldives, Kazakhstan dan Rusia. ditambah lagi terjadinya kasus-kasus seperti kawin kontrak, perceraian yang terjadi dengan sewenang-wenang, terjadinya kekerasan domestik serta kasus keluarga lainnya
Laporan Statistik Indonesia tahun 2023 semakin mempertegas fenomena ini, dengan 463.654 kasus perceraian tercatat sepanjang tahun. Mirisnya, 76% dari kasus perceraian tersebut merupakan cerai gugat, di mana pihak istri yang mengambil langkah mengakhiri ikatan pernikahan. Berbagai faktor seperti ketidakcocokan, himpitan ekonomi, kekerasan dalam rumah tangga, hingga pengkhianatan menjadi bara api yang membakar cinta menjadi abu.
Tak hanya itu, ancaman lain datang dari menurunnya minat generasi muda untuk membangun bahtera rumah tangga. Data BPS mengungkapkan bahwa pada tahun 2023, jumlah pernikahan di Indonesia mengalami penurunan sebesar 128.000 dibandingkan tahun sebelumnya. Bahkan, dalam satu dekade terakhir, angka pernikahan di Indonesia telah merosot sebanyak 28,63 persen.
Fenomena ini seperti bom waktu yang mengancam keberlangsungan keluarga Indonesia. Berbagai faktor, mulai dari tuntutan ekonomi, ambisi karier, hingga perubahan gaya hidup, menjadi penghalang bagi kaum muda untuk mengikat janji suci. Akibatnya, regenerasi bangsa terancam, dan masa depan Indonesia menjadi tanda tanya besar.
Di tengah pusaran modernitas yang penuh tantangan, keluarga Indonesia harus berjuang untuk mempertahankan ikatan cinta yang telah terjalin. Penting bagi setiap pasangan untuk memperkuat komunikasi, saling memahami, dan mencari solusi bersama atas setiap masalah yang dihadapi. Hanya dengan cara ini, keluarga Indonesia dapat bertahan dan bahkan berkembang menjadi lebih kuat di tengah terpaan badai modernitas.
Di balik layar gawai yang menyala, tersembunyi ancaman yang tak kalah nyata bagi keutuhan keluarga. Media sosial, yang seharusnya menjadi jembatan penghubung, justru berubah menjadi jerat yang menjerat erat. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) (2021) mengungkapkan 66,6 persen anak laki-laki dan 62,3 persen anak perempuan di Indonesia menyaksikan kegiatan seksual (pornografi) melalui media daring (online).
Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) tercatat pada rentang Januari hingga November 2023 terdapat 15.120 kasus kekerasan terhadap anak dengan 12.158 korban anak perempuan dan 4.691 korban anak laki-laki dimana kasus kekerasan seksual menempati urutan pertama dari jumlah korban terbanyak sejak tahun 2019 sampai tahun 2023. Tidak sedikit keluarga-keluarga mengalami konflik akibat penggunaan media sosial yang tak bijak. Kecemburuan virtual, perselingkuhan maya, bahkan cyberbullying menjadi hantu yang bergentayangan di dunia digital, meracuni pikiran dan merusak hubungan.
Tak hanya itu, beban pikiran yang tak terbendung juga menjadi bom waktu yang mengancam keharmonisan keluarga. Stres, depresi, dan kecemasan menghantui setiap anggota keluarga, dari orang tua hingga anak-anak. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 mengungkap fakta bahwa 9,8% penduduk Indonesia mengalami gangguan mental emosional, 6,1% depresi, dan 3,7% kecemasan. Jika dibiarkan, masalah kesehatan mental ini dapat menjadi api dalam sekam, memicu konflik dan bahkan kekerasan dalam rumah tangga.
Keluarga Indonesia harus menyadari bahwa ancaman ini nyata dan tak bisa diabaikan. Bijak dalam menggunakan media sosial, membangun komunikasi yang terbuka, serta mencari bantuan profesional jika diperlukan adalah kunci untuk menjaga keutuhan dan kebahagiaan keluarga. Ingatlah, keluarga adalah tempat berlindung yang paling aman, jangan biarkan jerat digital dan beban pikiran merenggut kebahagiaan yang telah terjalin.
Menyulam Benang Emas Keluarga Bahagia, Menenun Kain Permadani Indonesia Sejahtera
Mewujudkan keluarga bahagia dan Indonesia sejahtera bagaikan menyulam benang emas menjadi sebuah karya seni yang indah. Setiap helai benang, setiap jahitan, memerlukan ketelitian, kesabaran, dan kerjasama dari seluruh anggota keluarga. Pemerintah, layaknya seorang desainer ulung, harus menyediakan pola dan panduan yang jelas, memberikan dukungan dan pelatihan agar setiap keluarga dapat menghasilkan karya terbaiknya.
Masyarakat, sebagai pengrajin yang terampil, harus memiliki semangat dan dedikasi untuk menyulam setiap helai benang dengan penuh cinta dan kasih sayang. Pendidikan pranikah, konseling keluarga, dan perlindungan anak adalah benang-benang kuat yang harus dijalin dengan erat untuk menciptakan keluarga yang kokoh dan harmonis.
Orang tua, sebagai pengrajin utama, memiliki peran yang sangat krusial. Mereka harus menjadi teladan bagi anak-anaknya, menanamkan nilai-nilai luhur, dan memberikan bimbingan yang tepat agar anak-anak dapat tumbuh menjadi individu yang berkualitas dan berakhlak mulia.
Kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga swasta adalah kunci untuk menciptakan lingkungan yang mendukung keluarga dalam menyulam benang emas kebahagiaan. Program-program pemberdayaan ekonomi keluarga, penyediaan fasilitas publik yang ramah keluarga, serta kampanye-kampanye positif tentang keluarga dapat menjadi benang-benang tambahan yang memperkuat dan memperindah karya seni keluarga.
Dengan menyulam benang emas keluarga bahagia, kita akan menenun sebuah kain permadani Indonesia sejahtera yang indah dan megah. Setiap keluarga yang bahagia akan menjadi bagian dari permadani ini, menyumbangkan warna dan corak yang unik, menciptakan sebuah mahakarya yang akan menjadi kebanggaan bangsa.
Hari Keluarga Nasional bukan sekadar perayaan, melainkan sebuah titik awal untuk menorehkan sejarah baru bagi keluarga Indonesia. Mari jadikan momentum ini sebagai loncatan untuk memperkuat komitmen kita dalam membangun keluarga yang harmonis, penuh cinta, dan saling mendukung.
Keluarga yang kuat adalah fondasi bagi masyarakat yang berdaya, sedangkan keluarga yang bahagia adalah kunci untuk menciptakan Indonesia yang sejahtera. Dengan setiap keluarga menjadi pelita yang memancarkan kehangatan dan kasih sayang, kita akan bersama-sama menerangi jalan menuju masa depan yang lebih cerah.
Mari satukan langkah, bergandengan tangan, dan bersama-sama mewujudkan impian keluarga bahagia dan Indonesia gemilang. Karena setiap keluarga adalah benih harapan, dan setiap benih harapan akan tumbuh menjadi pohon besar yang memberikan naungan dan kesejahteraan bagi seluruh bangsa.