Jakarta — Lembaga Survei Indikator Politik Indonesia merilis tingkat kepuasan terhadap Presiden Joko Widodo turun menjadi 58,1 persen yang merupakan angka kepuasan terendah selama enam tahun terakhir.
Menurut Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi, turunnya tingkat kepuasan publik terendah dalam enam tahun terakhir faktor terbesarnya adalah mahalnya harga-harga kebutuhan pokok terutama minyak goreng.
Menanggapi hal tersebut, Juru Bicara PKS Dr Kurniasih Mufidayati menegaskan jika harga kebutuhan pokok yang merupakan kebutuhan utama keluarga Indonesia adalah hal yang tidak boleh diremehkan.
Sebagai entitas terkecil dalam masyarakat, keluarga menjadi indikator kelompok masyarakat apakah sedang baik-baik saja atau tidak. Jika sebuah keluarga mendapatkan tekanan dengan harga-harga kebutuhan pokok yang mulai merangkak sejak akhir tahun 2021 hingga Idul Fitri dengan salah satu persoalan pokok minyak goreng maka masyarakat juga pasti akan bergejolak.
“Maka kami ingatkan jangan pernah bermain-main dan tidak serius yang terkait dengan kebutuhan keluarga apalagi kebutuhan pokok. Mafia minyak goreng yang terang benderang ada amat mungkin bisa terjadi di komoditas pokok lainnya. Korbannya tetap pengguna paling akhir yakni kaum ibu dan keluarga,” ungkap Kurniasih dalam keterangannya, Senin (16/5/2022).
Anggota Komisi IX DPR RI ini menegaskan, keluarga terutama kaum ibu agar tidak dipandang sebelah mata hanya sebagai objek kebijakan yang dianggap tidak berdaya. Kurniasih mengungkapkan, jika kaum ibu bergerak karena mendapatkan tekanan kesulitan yang bertubi-tubi, artinya ada persoalan kebijakan yang tidak baik-baik saja.
“Rendahnya kepuasan terhadap Presiden Joko Widodo hingga titik paling rendah dalam enam tahun terakhir adalah cerminan ketidakpuasan kaum ibu dan keluarga karena kecewa yg dengan penanganan melonjaknya harga-harga pokok terutama minyak goreng,” terang Ketua DPP PKS Bidang Perempuan dan Ketahanan Keluarga ini.
Maka Kurniasih berpesan, agar persoalan kebutuhan pokok menjadi fokus penanganan dibandingkan hasrat politik tiga periode. Menjadi ironi jika ternyata publik tidak puas atas penanganan melonjaknya harga kebutuhan pokok tapi memaksa mengetengahkan wacana perpanjangan masa jabatan hingga tiga periode.
“Sisa dua tahun masa jabatan digunakan semaksimal mungkin untuk memastikan rakyat tidak kelaparan, tidak bertaruh nyawa saat terpaksa antre minyak goreng. Kebutuhan pokok adalah kebutuhan utama dibanding menggalang kekuatan politik demi klaim perpanjangan masa jabatan,” sebut Kurniasih.