Beredarnya makanan maupun obat-obatan yang mengandung zat berbahaya bagi manusia dalam bentuk zat yang menyebabkan penyakit berbahaya seperti kanker, radang otak atau bahan berbahayat seperti narkotika mengingatkan pentingnya fungsi pengawasan atas peredaran obat dan makanan.
Apalagi jenis makanan yang ditemukan mengandung bahan berbahaya itu adalah yang ditujukan untuk anak-anak seperti permen dan makanan ringan. Sementara untuk jenis obat, sebagian yang ditemukan mengandung bahan berbahaya adalah jenis obat yang sudah umum dikonsumsi masyarakat, menjadi resep dokter atau bahkan diiklankan secara komersial.
Kerja Berat BPOM
Pada rentang 28 Januari sampai 15 Februari 2018 saja BPOM sudah mengeluarkan 24 keputusan penarikan obat. Lalu pada Oktober lalu, BPOM juga melakukan penarikan terhadap 67 jenis obat mengandung Ranitidin yang bisa memicu kanker. Padahal jenis obat Ranitidin ini sudah banyak digunakan oleh masyarakat. Belum lagi peredaran vaksin palsu yang juga sudah beredar sejak 2003 ditengah upaya mendorong penggunaan vaksin untuk pencegahan penyakit
Semakin terbukanya impor untuk jenis obat dan makanan yang beredar di masyarakat membuat tugas BPOM menjadi semakin berat. Ini juga berarti nasib ratusan juta penduduk Indonesia yang akan menggunakan beragam jenis obat dan makanan termasuk yang dari luar sangat ditentukan oleh kerja BPOM dalam melakukan pengawasan terhadap peredaran maupun konsumsi obat dan makanan.
Kompleksitas permasalahan peredaran obat dan makanan di masa sekarang menjadi semakin tinggi karena datang dari mulai makanan kadaluarsa, berformalin, mengandung narkoba, vaksin palsu, peredaran produk dan obat melalui penjualan online dan e-commerce
Data dari Laporan ESO 2015-2018, menunjukkan ada peningkatan kepatuhan industri farmasi dalam melakukan pemantauan keamanan obat. Namun masih berkisar di angka 57% industri farmasi yang patuh ketentuan (laporan BPOM 2018).
Kondisi ini tentu saja masih memprihatinkan mengingat dengan jumlah penduduk yang besar, konsumsi obat dan produk farmasi di Indonesia juga tinggi. Apalagi kualitas kesehatan penduduk Indonesia menurut laporan Global Health Indeks juga masih berada di uritan 101 dari 149 negara. Penyakit akibat gaya hidup tidak sehat juga terus meningkat di Indonesia.
Penguatan Kewenangan Melalui UU Pengawasan Obat dan Makanan
Salah satu upaya penting yang perlu dilakukan untuk lebih memperkuat kapasitas BPOM dalam melakukan pengawasan peredaran obat dan makanan adalah dengan memperkuat kelembagaan BPOM melalui penguatan anggaran dan kewenangan yang didukung oleh payung hukum yang kuat.
Sayangnya sampai hari ini belum ada Undang-Undang untu mendukung pengawasan Obat dan Makanan yang menjadi payung hukun bagi penguatan fungsi pengawasan atas peredaran obat dan makanan yang lebih kuat. RUU Pengawasan Obat dan Makanan (POM) tidak dapat diselesaikan oleh DPR periode lalu.
Oleh karena itu kami di Komisi IX bertekad untuk segera menyelesaikan pembahasan RUU ini. RUU ini menjadi salah satu RUU carry over dari periode lalu yang menjadi prioritas Komisi IX DPR untk menyelesaikannya.
Misinya jelas, menyelamatkan jutaan penduduk dari peredaran obat, makanan dan vaksin yang tidak layak dan mengandung zat berbahaya, melalui penguatan kelembagaan yang menangani pengawasan obat dan makanan.
Diantara penguatan yang dibutuhkan melalui UU POM ini adalah wewenang dan kemandirian bagi BPOM dalam menlakukan penyidikan dan penindakan terhadap produsen obat dan makanan yang nakal dan tidak mematuhi aturan.
Selama ini tindakan yang dapat dilakukan oleh BPOM hanyalah melakukan penarikan terhadap obat dan makanan yang terbukti mengandung zat berbahaya, namun tidak dapat melakukan penindakan terhadap produsen atau pelakunya. Kewenangan ini semakin dibutuhkan dalam menertibkan peredaran vaksin palsu.
Kewenangan yang perlu diperkuat pada BPOM mencakup memantau, menyidik, menangkap dan memberikan sanksi atas tindak pelanggaran hukum di bidang obat-obatan, makanan dan vaksin.
Kewenangan hukum BPOM selama ini hanya undang-undang nomor 36 tentang kesehatan yang menyebutkan bahwa lembaga yang berhak melakukan pengawasan hanya BPOM.
Peningkatan wewenang dan ketersediaan anggaran yang didukung melalui UU POM ini akan membuat BPOM bisa lebih aktif dan memiliki kekuatan dalam melakukan pengawasan terhadap peredaran obat, makanan dan zat-zat kimia yang menjadi bahan untuk dikonsumsi publik dan menimbulkan bahaya.
UU POM akan memperkuat kapasitas penindakan BPOM di lapangan, khususnya melalui kolabirasi dengan Koordinasi dengan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Korwas PPNS) dibawah Polri.
Penguatan kemampuan BPOM ini juga sekaligus mendukung upaya pencegahan penyakit dari konsumsi bahan atau zat berbahaya yang tercampu dalam makanan, obat atau bahan lain termasuk rokok elektrik yang saat ini makin menjamur pemakaiannya.
Penguatan payung hukum ini juga akan membuat wibawa BPOM lebih kuat dihadapan produsen obat dan bahan kimia raksasa dan jejaring distributor obat