Penghujung tahun 2022 ditandai dengan dua keputusan penting pemerintah di bidang kesehatan dan ketenagakerjaan. Di bidang kesehatan, pemerintah menetapkan untuk tidak ada lagi PPKM setelah kita menjalani masa pandemi covid selama hampir 3 tahun. Sementara di bidang ketenagakerjaan, pemerintah menerbitkan Perppu UU Cipta Kerja di tengah posisi UU Cipta Kerja yang harusnya diperbaiki sesuai keputusan MK yang menyatakan UU ini inkonstitusional bersyarat. Padahal selama tahun 2022 juga banyak dinamika yang terjadi di kedua sektor yang menyangkut hajat hidup orang banyak ini.
Bidang Kesehatan
Tantangan kesiapan dalam menghadapi wabah penyakit masih dihadapi sektor kesehatan Indonesia sepanjang tahun 2022. Diawal tahun kita menghadapi ledakan kasus covid-19 dari varian Omicron. Ledakan kasus ini meskipun sudah bisa diantisipasi sebelumnya, namun tetap cukup merepotkan dan meningkatkan bed occupancy ratio (BOR) di rumah sakit. Kita cukup beruntung bahwa meskipun varian ini memiliki tingkat penularan yang tinggi, namun fatality rate nya rendah tidak sebagaimana varian Delta yang menyebabkan banyak kematian.
Pada saat Omicron merebak, sistem kesehatan kita dalam menghadapi pandemi covid-19 juga sudah cukup baik, termasuk dalam penyediaan obat melalui telemedicine. Sebagian besar penduduk juga sudah mendapatkan 2 kali vaksin covid-19. Namun produksi vaksin hasil pengembangan di dalam negeri masih menjadi penantian hingga penghujung 2022 ini. Setelah sekian lama dalam wacana pengembangan, titik terang sudah mulai muncul dalam pengembangan vaksin covid-19 dalam negeri. Tahap selanjutnya perlu terus dikawal untuk bisa memastikan bisa dilakukan produksi massal dan penggunaannya.
Kita juga sempat menghadapi ancaman wabah cacar monyet yang merebak di Eropa dan Amerika. Namun beruntung tidak sempat menyebar di Indonesia meskipun ditemukan satu kasus cacar monyet di Indonesia. Kita juga dikejutkan dengan temuan kasus HIV yang meningkat di beberapa kota seperti Bandung.
Namun, temuan penyakit yang paling menyita perhatian adalah temuan kasus Gangguan Ginjal Akut pada Anak (GGPA) yang mulai ditemukan pada Agustus 2022. Kasus yang awalnya ditemukan di Uganda, Gambia dan Bangladesh ini merebak juga di Indonesia. Terlambatnya melakukan antisipasi menyebabkan kasus mencapai 323 anak dan menyebabkan 190 kematian pada balita yang terkena GGPA.
Kita cukup beruntung kolaborasi berbagai pihak membuat kita bisa menghentikan bertambahnya kasus GGPA ini diantaranya dengan penghentian peredaran obat anak jenis sirup khususnya paracetamol, serta impor obat jenis tertentu untuk mengatasi GGAPA. Namun pelajaran penting dari kasus ini perlunya melakukan mitigasi secara cepat ketika ada temuan kasus di dalam negeri terhadap suatu penyakit yang sudah mulai menyebar di negara lain, agar tidak menimbulkan korban yang banyak. Apalagi GGAPA ini memiiki tingkat fatality rate yang tinggi.
Kita juga sempat dibuat khawatir dengan munculnya penyakit hepatitis misterius pada anak yang muncul di pertengahan tahun 2022. Penyakit ini muncul di beberapa negara termasuk Indonesia setelah situasi pandemi mulai mereda dan vaksinasi covid-19 masif dilakukan. Maka kemudian ada yang menghubungkan hepatitis ini dengan vaksinasi covid-19 karena temuan adenovirus sebagai penyebab hepatitis misterius ini. Namun sekali lagi kita bersyukur bahwa kasus ini tidak meluas meskipun sempat menimbulkan kepanikan masyarakat. Ini juga menjadi ujian sejauhmana sistem kesehatan kita bisa melakukan mitigasi terhadap munculmya penyakit misterius terutama yang menyerang balita.
Tahun 2022 ini juga ditandai dengan mulai dirintisnya penerapan Kelas Rawat Inap Satu kelas (KRIS) dan integrasi data sistem kesehatan melalui platform Indonesia Health Service (IHS) dan Citizen Health Application (CHA). IHS dan CHA dikembangkan dari keberhasilan aplikasi Peduli Lindungi sekaligus mengoptimalkan tranformasi digital di sektor kesehatan. IHS sebagai platform yang menjadi penghubung atau jembatan pertukaran dan interaksi data (interoperabilitas) antara sistem informasi kesehatan yang ada di Indonesia. Sementara CHA adalah sebuah platform terintegrasi yang menyimpan data kesehatan pribadi secara lengkap untuk seluruh masyarakat Indonesia.
Meskipun ini sebuah langkah yang bagus dan akan membantu meningkatkan pelayanan di bidang kesehatan, namun tetap harus diwaspadai potensi kebocoran data yang digunakan untuk hal-hal yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Apalagi kita sudah pengalaman mengalami kebocoran data penduduk atau peserta program yang disalahgunakan dan cukup mengganggu masyarakat.
Tahun 2022 juga ditandai dengan gonjang-ganjing dalam organisasi profesi kedokteran dengan munculnya wacana pembentukan organisasi profesi dokter lain di luar IDI. Ini juga berlangsung ditengah pembahasan RUU Pendidikan Kedokteran. Tentu kita berharap ini tidak mengganggu pelayanan para dokter kepada masyarakat serta pengabdian para dokter di daerah-daerah pelosok.
Pemerintah juga diharapkan bersikap netral dan objektif terhadap dinamika yang terjadi dalam organisasi profesi dokter ini. Di akhir tahun kita juga dikejutkan dengan penetapan besaran biaya bantuan hidup (BBH) dokter internship yang rendah. Namun akhirnya pemerintah merevisi besaran tersebut menjadi hampir tiga kali lipatnya.
Sebagai tindak lanjut dari penetapan BKKBN sebagai koordinator pelasanaan percepatan penurunan stunting, di tahun 2022 pemerintah semakin berusaha untuk menggesah upaya penurunan stunting. Beberapa event menjadikan stunting sebagai tema utamanya seperti dalam Hari Anak Nasional. Demikian juga yang dilakukan beberapa daerah yang menjadi stunting sebagai tema dalam berbagai rapat kerja pembangunan.
Namun semangat untuk menurunkan angka prevelensi stunting ini dihadapkan dengan kenyataan tingkat kecukupan gizi yang rendah bagi sebagian penduduk. Hasil studi tim Kompas menemukan bahwa lebih dari setenagh penduduk Indonesia tidak mampu memenuhi kecukupan gizi sesuai standar komposisi Healthy Diet Basket (HDB). Dari sisi anggaran, dalam 5 Pilar Penurunan Stunting, belum terlihat secara eksplisit komitmen peningkatan anggaran dan alokassi anggaran yang lebih tepat dan efektig untuk penurunan stunting.
Bidang Ketenagakerjaan
Tahun 2022 diawali dengan ancaman PHK bagi para pekerja akibat ekonomi yang lesu dan belum sepenuhnya pulih. Bahkan beberapa perusahaan start up yang diharapkan menyerap banyak tenaga kerja juga berguguran dan terpaksa melakukan PHK pegawai.
Survei yang dilakukan Assosiasi Pertekstilan Indonesia (API) pada November 2022 menyebutkan sebanyak 149 dari 233 perusahaan tekstil telah melakukan pengurangan 85.951 karyawan. Gelombang PHK ini juga diikuti dengan wacana jam kerja fleksibel namun kemudian mengarah menjadi no work no pay yang berujung pengurangan jam kerja yang tidak disetujui pekerja. Konsep no work no pay dinilai bertentangan dengan Undang-Undang
Dampak dari penerapan UU Cipta Kerja kembali dirasakan oleh pekerja di tahun 2022 ini. Padahal UU nya sendiri sudah dinyatakan Inkonstitusional bersyarat oleh MK. Melalui PP No. 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan yang merupakan aturan pelaksana dari UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, pemerintah membuat batasan untuk kenaikan UMP melalui formula khusus.
Namun dengan formula ini, kenaikan UMP menjadi sangat kecil dan banyak mendapat penolakan dari kalangan pekerja. Pemprov DKI Jakarta kemudian melakukan revisi untuk UMP di DKI Jakarta dengan tidak lagi mengikuti formula dalam PP No. 36 Tahun 2021. Namun Keputusan Gubernur tentang revisi UMP ini digugat kalangan pengusaha melalui APINDO ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Pembatasan kenaikan UMP yang ditetapkan oleh pemerintah sendiri memang terlalu kecil, sehingga kenaikan UMP pada tahun 2022 tidak sampai 1%. Sementara gejolak ekonomi yang terjadi sejak awal tahun 2022 telah menyebabkan harga-harga barang meningkat tinggi.
Tak hanya soal upah, aturan dalam UU Cipta Kerja juga menuai polemik ketika pemerintah menetapkan persyaratan untuk bisa mencairkan Jaminan Hari Tua (JHT) dari iuran BPJS Ketenagakerjaan yang dibayarkannya. Melalui Permenaker No. 2 Tahun 2022, ditetapkan bahwa JHT baru bisa dicairkan setelah peserta berusia mencapai 56 tahun. Padahal akibat situasi pandemi lalu, banyak pekerja yang diberhentikan maupun terpaksa mengundurkan diri dan mencari alternatif dengan berwirausaha.
Tentunya mereka berharap dana JHT bisa dicairkan segera untuk bisa jadi modal dalam berwirausaha. Protes dan kritik dari berbagai pihak pada akhirnya membuat pemerintah mencabut keputusan ini dan tidak lagi mensyaratkan JHT diambil setelah peserta berusia 56 tahun. Ini sekali lagi menunjukkan bahwa muatan dalam UU Cipta Kerja ini justru merugikan pekerja setelah mulai diterapkan melalui berbagai aturan pelaksanaannya.
Ditengah berbagai persoalan yang muncul dari implementasi UU Cipta Kerja ini, alih-alih memperbaiki muatannya sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), pemerintah malah mengeluarkan Perppu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Sudahlah dalam proses pembentukannya dulu, UU ini bermasalah dan ugal-ugalan, kini justru diterbitkan Perppu yang seakan jadi solusi atas ketidakmampuan melakukan perbaikan muatan UU Cipta Kerja sesai tenggat waktu yang ditetapkan MK.
Perlindungan terhadap pekerja migran Indonesia (PMI) juga masih terus menjadi perhatian di 2022 ini seiring dimulainya kembali pengiriman PMI ke beberapa negara setelah meredanya pandemi covid-19. Salah satu upaya peningkatan perlindungan yang dilakukan adalah melalui mekanisme one channel system (OCS). Pemerintah RI dan Malaysia telah menyepakati Joint Statement terkait MoU tentang Penempatan dan Pelindungan PMI sektor domestik di Malaysia.
Harus diakui masih ada sejumlah masalah dalam implementasi dalam kebijakan teknis yang dapat mempengaruhi pelaksanan MoU. Namun untuk PMI di Malaysia telah terjadi perbaikan yang cukup signifikan dalam perlindungan terhadap PMI seoroing dengan MoU yang sudah dibuat. Hal ini tidak terkepas dari peran KBRI yang cukup aktif dan memiliki political will yang kuat dalam perlindungan PMI.
Tantangan 2023 : Perbaikan Sistem Kesehatan dan Kesiapan Menghadapi Krisis
Pemerintah sudah membuat keputusan untuk tidak menetapkan lagi status PPKM. Ini secara implisit pemerintah menyatakan sudah siapo memasuki fase endemi atas wabah covid-19 ini. Meskipun di beberapa negara terjadi lonjakan kasus lagi akibat sub varian XBB Omicron. Tentu kita tetap perlu waspada dan mempersiapkan dengan baik fase menuju endemi ini. Hal yang terpenting juga adalah memulihkan kembali beberapa titik di sektor kesehatan yang sempat terpulul akibat pandemi. Diantaranya adalah posyandu, layanan kesehatan ibu dan anak dan perbaikan gizi bayi, balita dan ibu hamil. Apalagi pemerintah juga sudah mencanangkan percepatan penurunanangka stunting.
Persiapan menuju endemi dengan juga dilakukan dengan membangun siste kesehatan yang kuat dan kesiapsaiagaan menghadapi wabah penyakit lain seperti yang terjadi di 2022 serta sistem mitigasi yang lebih baik dalam menghadapi ancama penyakit “misterius”. Kita juga perlu terus melanjutan berbagai inovasi dan tranformasi digital sektor kesehatan yang sudah dikembangkan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Namun aspek kehati-hatian dalam pengembangan ini tetap perlu dilakukan terkait dengan data maupun sistem yang berpotensi mengalami masalah atau dihack.
Tantangan lain adalah percepatan produksi vaksin dalam negeri untuk mendukung perluasan cakupan booster dan persiapan vaksin ke-4 jika dibutuhkan. Uji klinis perlu dilakukan secara lengkap dan dipublikasikan ke masyarakat untuk meyakinkan bahwa produksi vaksin anak negeri juga memiliki kualitas yang baik. Pada saat yang sama, perluasan cakupan vaksin booster perlu digalakkan. Sementara BPOM juga semakin perlu meningkatkan fungsi pengawasan terhadap obat-obatan yang beredar serta cukup peka terhadap informasi yang terjadi di luar negeri terkait dengan penyakit yang disebabkan oleh penggunaan obat atau zat tertentu.
Tahun 2023 akan menjadi tahun yang berat di sektor ketenagakerjaan. Bayang-bayang krisis ekonomi yang melanda dunia sangat beerpotensi menambah gelombang PHK. Penerintah perlu mempersiapkan berbagai upaya untuk mencegah agar ekonomi nasional tidak semakin terpuruk dan pengangguran semakin bertambah.
Jangan korbankan lagi pekerja yang sudah semakin terpuruk akibat gelombang pandemi lalu dengan kebijakan yang tidak tepat. Kartu Pra Kerja yang akan dilanjutkan, haris dilakukan evaluasi menyeluruh terlebih dahulu.
Seiring dengan pemulihan pasca krisis dan diintesifkannya kembali pengiriman PMI ke luar negeri, perjanjian dengan negara penerima PMI harus lebih diperkuat dengan mengedepankan perlindungan terhadap PMI.
Pada saat yang sama, prosedur pengiriman PMI di alam negeri juga terus diperbaiki untuk meminimalisir berbagai persoalan yang muncul dikemudian hari seperti trafficing atau PMI yang undocumented. Bagaimanapun sejauh ini PMI telah menjadi salah satu solusi ditengah masih sulitnya mendapat pekerjaan di dalam negeri, sekaligus mereka juga menjadi pahlawan devisa bagi negeri kita.