DPR Minta Segera Pulangkan 53 WNI Korban Penipuan Tenaga Kerja di Kamboja

JAKARTA — Pemerintah diminta segera membebaskan dan memulangkan 53 Warga Negara Indonesia (WNI) yang diduga ditahan oleh oknum penipuan perusahaan investasi palsu di Sihanoukville, Kamboja.

Hal ini diungkapkan Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS Dr Kurniasih Mufidayati dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (29/7/2022).

Kurniasih mengatakan 53 WNI yang berharap menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI) ini harus segera dipulangkan. Sebab ada dugaan mafia rekrutmen PMI nonprosedural untuk bekerja di perusahaan investasi maupun teknologi informasi di Kamboja.

“Negara harus hadir dalam menyelamatkan warga negara yang menjadi korban penipuan ini. KBRI kita di Kamboja sudah bergerak, kita harapkan bisa berkolaborasi dengan kepolisian Kamboja untuk mengusut hal yang sudah masuk ranah pidana dan mengarah ke dugaan perdagangan orang ini,” sebut Kurniasih.

Sementara di dalam negeri, Kurniasih meminta agar aparat kepolisian RI bisa mengusut jaringan perekrut WNI yang berada di wilayah hukum Indonesia.

“Informasi dari KBRI ada 260 WNI kita yang sudah jadi korban penipuan tawaran pekerjaan di Kamboja. Artinya ini sudah sistemik dan pasti ada operatornya di Indonesia. Aparat kita harus mengusut dan membongkarnya,” kata Kurniasih.

Anggota DPR RI Dapil Luar Negeri, Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat ini menambahkan, agar siapa saja tidak terjebak dan tergiur dengan tawaran pekerjaan di luar negeri dengan jalur nonprosedural.

“Pastikan jika ingin berangkat ke luar negeri cek semua persyaratan dan dokumennya bisa melalui Dinas Tenaga Kerja setempat atau BP2MI di masing-masing wilayah. Pastikan lewat jalur aman dan legal,” kata Kurniasih.

Di sisi lain, BP2MI dan Kementerian Tenaga Kerja harus terus melakukan sosialisasi dan edukasi peluang penempatan Pekerja Migran Indonesia dengan jalur resmi.

“Mereka yang tergiur hingga jatuh ke kasus penipuan tenaga kerja adalah korban. Mereka berharap mendapatkan pekerjaan yang layak, artinya pekerjaan kita untuk memberikan akses pekerjaan yang layak baik di dalam negeri maupun luar negeri belum optimal,” katanya.