JAKARTA — Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS Dr Kurniasih Mufidayati mengingatkan momentum Hari Anak Nasional 2022 sebagai momentum anak Indonesia untuk bebas perundungan (bullying) dan bebas dari konten pornografi.
Kasus perundungan anak kembali memprihatinkan setelah seorang pelajar SD di Tasikmalaya harus meninggal dunia akibat perundungan fisik, seksual dan mental dari teman-teman sebayanya. Dari keterangan kepolisian didapatkan terduga pelaku mendapatkan paparan konten pornografi sehingga perlu penanganan khusus.
Kurniasih menyebut kasus perundungan yang menyebabkan hilangnya nyawa anak sama sekali tidak boleh terulang. Negara berkewajiban melindungi segenap tumpah darah dan nyawa setiap warga termasuk anak-anak.
“Nyawa anak-anak teramat sangat berharga. Ini adalah kasus terakhir dari perundungan anak yang menyebabkan hilangnya nyawa generasi. Ini tamparan keras bagi kita semua, alarm darurat perundungan anak telah dibunyikan lantang. Jangan lagi terulang peristiwa perundungan baik fisik, mental, ucapan!” tegas Kurniasih dalam keterangannya, Sabtu (23/7/2022).
Ketua DPP PKS Bidang Perempuan dan Ketahanan Keluarga (BPKK) ini menyebut, selain perundungan, anak Indonesia juga sudah mulai masuk darurat konten pornografi. Serangan konten pornografi terbukti telah merusak bukan hanya orang yang terpapar tapi juga memakan korban orang lain yang tidak bersalah.
“Setelah kita dikejutkan dengan berbagai kasus pelecehan seksual kini yang terjadi pelakunya juga masih anak-anak dan mereka terpapar konten pornografi. Perilaku terpapar pornografi dengan kasus perundungan saling terkait dan menimbulkan dampak serius,” sebut Kurniasih.
Kurniasih meminta agar seluruh stakeholder benar-benar menciptakan tata aturan yang tegas. Kemudian kembali menghidupkan forum bersama antara sekolah, orang tua dan pemerintah untuk membahas dan memantau tumbuh kembang anak dan dampak lingkungan.
“Rumah harus ramah anak, sekolah harus ramah anak, lingkungan juga harus ramah anak. Tapi tidak hanya berhenti di slogan ramah anak, implementasinya yang terpenting sebab anak bukan hanya tanggung jawab satu pihak tapi semua pihak dimana anak banyak beraktivitas,” sebut Kurniasih.
Perundungan memang sudah menjadi darurat yang perlu penyelesaikan luar biasa. Kurniasih meminta perlu dibentuk tim khusus yang berisi lintas sektor untuk mulai memetakan pencegahan hingga proses penanganan jika kasus perundungan terjadi.
Ia menyitir survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), 2018 yang menyebut 2 dari 3 anak perempuan atau laki-laki berusia 13-17 tahun pernah mengalami
setidaknya satu jenis kekerasan selama hidupnya.
Sementara data lain, 3 dari 4 anak-anak dan remaja yang pernah mengalami salah satu jenis kekerasan atau lebih melaporkan bahwa pelaku kekerasan adalah teman atau sebayanya.
Kasus kekerasan fisik anak juga banyak terjadi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima pengaduan masyarakat terkait kasus perlindungan khusus anak tahun 2021 sebanyak 2.982 kasus. Dari jumlah tersebut, paling banyak atau 1.138 kasus anak yang dilaporkan sebagai korban kekerasan fisik dan atau psikis.
“Data-data ini sudah mengindikasikan darurat terhadap perundungan anak, belum lagi kita bicara soal bahaya pornografi. Situasi darurat tidak bisa diatasi dengan penanganan normatif, harus ada tindakan luar biasa dan upaya ekstra dan semua ini bisa dimulai dari inisitaif pemerintah,” kata dia.