Ibu, Pilar Keluarga dan Masyarakat Sehat di Masa Pandemi

Oleh : Dr. Kurniasih Mufidayati, MSi
(Anggota Komisi IX DPR-RI & Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Ketahanan Keluarga DPP PKS)

Dalam tiga hari terakhir, kita dikejutkan dengan dua rekor yang terjadi dalam pandemi covid-19 di Indonesia yang sudah berlangsung selama 9 bulan. Pada 19 Desember 2020, kasus baru harian covid-19 mencapai rekor terbanyak yaitu 7751 kasus sehingga total jumlah kasus terkonfirmasi covid-19 di Indonesia sampai 20 Desember 2020 mencapai 664.390 kasus.

Penambahan kasus harian baru yang pada bulan lalu masih diangka 4 ribu per hari, kini sudah tembus lebih dari 7000 kasus per hari. DKI Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Timur masih menjadi episentrum pandemi covid-19 di bumi Nusantara. Selanjutnya pada 20 Desember kasus kematian harian akibat covid-19 juga mencatat rekor tertinggi dengan 221 kasus sehingga total kematian akibat covid-19 di Indonesia mencapai 19.880 kasus.

Ibu, Kelompok Paling Rentan Pandemi Covid-19

Data sebaran terkonfirmasi covid-19 di Indonesia menunjukkan proporsi yang sama antara laki-laki dan perempuan yaitu 50,2% laki-laki dan 49,8% perempuan. Jumlah pasien yang sembuh juga menunjukkan proporsi yang sama.

Namun untuk angka kematian, ternyata kasus kematian akibat covid-19 pada kelompok perempuan menunjukkan proporsi yang lebih tinggi yaitu 57,7% dibanding laki-laki yang 43,3%. Perempuan penderita covid-19 menunjukkan resiko kematian yang lebih tinggi dibanding laki-laki.

Jika dlihat sebaran berdasarkan kelompok usia, kelompok usia produktif 19-45 tahun menjadi yang paling banyak terkena serangan virus SARS-Cov-2 ini yaitu usia 19-30 tahun sebenyak 24,7% dan usia 31-45 tahun sebanyak 30,4%.

Penderita covid-19 pada kelompok balita hanya sebesar 2,7% dari total terkonfirmasi covid-19. Maka jika dilihat pada kelompok perempuan, proporsi ini menunjukkan bahwa pada kelompok usia produktif melahirkan (19-45 tahun) menjadi yang paling banyak terkena covid-19.

Sementara untuk angka kematian, proporsi kematian dari kelompok produktif ini sebesar 21,6% dari total kematian akibat covid. Tertinggi adalah pada kelompok lansia (diatas 60 tahun) yang mencapai 40%.

Disadari atau tidak, kelompok perempuan dewasa (ibu-ibu) menjadi kelompok yang paling rentan terpapar covid-19 dan juga dengan resiko kematian yang tinggi. Banyak pintu bagi potensi tertularnya ibu dalam pandemi covid-19 ini. Ibu bisa tertular dari suami maupun anak remajanya yang bekerja atau beraktivitas di luar meskipun ibu tetap di rumah saja.

Sudah cukup banyak kasus penularan dengan pola ini yang menyebabkan terjadinya klaster keluarga. Klaster keluarga juga cenderung semakin meningkat dalam beberapa bulan terakhir masa pandemi ini. Rilis Kementerian PPPA menunjukkan resiko penularan covid-19 pada orang dalam satu rumah 10 kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan melalui kontak dengan orang yang terinfeksi di luar rumah.

Data Dinas Kesehatan DKI Jakarta juga menyebutkan sejak 4 Juni hingga 29 November 2020 telah terdapat 5.662 klaster keluarga dan menyumbangkan 53.163 kasus positif Covid-19 dari klaster ini.

Ibu bekerja juga berpotensi terpapar di tempatnya bekerja atau dalam perjalanan bekerja seperti yang juga banyak terjadi. Ibu juga bisa terpapar covid-19 saat ke pasar atau berbelanja keluar memenuhi kebutuhan rumah tangga.

Padahal dilema terbesar bagi ibu apalagi yang memiliki balita adalah ketika dirinya terpapar covid-19, sulit untuk melakukan isolasi terkendali di tempat isolasi khusus atau di rumah sakit karena harus memberikan perhatian juga kepada balitanya. Sehingga cenderung memlih isolasi mandiri di rumah.

Resiko yang sangat spesifik terjadi pada ibu adalah ketika ibu hamil harus memeriksakan kehamilan atau ibu dengan balita harus melakukan pemeriksaan kesehatan balitanya di fasilitas kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik).

Apalagi ketika banyak faskes menjelma menjadi klsater-klaster penularan covid-19 yang melibatkan tenaga medis dan pasien. Faskes menjadi tempat yang “menyeramkan” bagi penularan covid-19.

Sejalan dengan ancaman ini, angka kematian ibu melahirkan dan angka kematian bayi lahir di masa pandemi ini juga menunjukkan peningkatan.

Meskipun belum ada data resmi dari pemerintah pusat, namun Dinas Kesehatan di beberapa kabupaten melaporkan adanya peningkatan angka kematian ibu melahirkan di masa pandemi.

Kota Batu dan Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur melaporkan terjadinya kenaikan Angka Kematian Ibu melahirkan (AKI) di masa pandemi dibanding tahun sebelumnya. Kondisi yang sama juga terjadi di Kabupaten Brebes dan Sukoharjo Jawa Tengah dan Kota Serang, Banten.

Pada daerah-daerah tersebut juga menunjukkan peningkatan kematian bayi (AKB) selama masa pandemi dibanding tahun sebelumnya. Data Direktorat Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan juga menunjukkan terdapat kesamaan pola dimana kasus covid-19 sangat banyak di daerah dengan jumlah kematian ibu dan kematian bayi yag tinggi.

Ibu dan Dampak Pandemi Covid-19

Selain resiko terpapar yang tinggi, ibu juga menjadi kelompok yang paling merasakan dampak dari pandemi covid-19. Dari sisi kesehatan, pandemi covid-19 menyebabkan kelompok ibu hamil dan ibu yang memiliki balita tidak bisa melakukan pemeriksaan kesehatan dan perkembangan kehamilan dan balitanya.

Apalagi kegiatan Posyandu yang bisa diakses masyarakat di pedesaan dan lapisan bawah untuk memonitor kehamilan dan perkembangan balitanya juga ditutup selama masa pandemi untuk mencegah penularan covid-19.

Memang, pembatasan akses pelayanan kesehatan secara langsung direkomendasikan kepada ibu hamil selama pandemi ini. Mengingat, ibu hamil merupakan kelompok rentan untuk tertular Covid-19.

Di beberapa faskes, ibu hamil yang akan melahirkan atau melakukan pemeriksaan kesehatan juga harus melakukan swab test. Hasil survey Kementerian Kesehatan juga menunjukkan terjadinya penurunan akses pelayanan kesehatan dalam 3 bulan selama masa pandemi.

Hal ini berdampak pada meningkatnya morbiditas, kehamilan yang tidak diinginkan yang besar dan bisa berdampak pada meningkatnya kematian ibu dan anak. WHO menyatakan bahwa perawatan kesehatan yang ketat selama pandemi akan berdampak pada pemanfaatan pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan kesehatan reproduksi. Sebuah studi pada 1,7 milliar perempuan di beberapa negara yang masuk kategori low-and middle-income countries menyatakan bahwa pandemi berdampak pada penurunan pemanfaatan pelayanan kesehatan reproduksi. Hal ini juga yang menjelaskan mengapa terjadi kenaikan AKI dan AKB selama masa pandemi covid-19

Ibu juga menjadi yang paling merasakan dampak ekonomi dari pandemi covid-19. Berbagai kebijakan untuk mencegah penularan telah menimbulkan badai PHK dan tutupnya berbagai kegiatan usaha yang melahirkan pengangguran baru. Sebgian lagi tetap bekerja namun dengan penghasilan yang menurun tajam, seperti juga pekerja informal yang sangat tergantung pada keramaian atau aktivitas perkantoran.

Data resmi pemerintah menyebutkan adanya 2,67 juta pengangguran baru akibat pandemi. Sementara data lain menyebutkan 3,7 juta penagngguran baru. Hal ini tentu saja berdampak pada perekonomian rumah tangga dimana ibu menjadi manajer di rumah.

Ibu harus pintar melakukan penghematan agar penurunan pendapatan yang tajam bisa diatasi. Sebagian ibu juga harus ikut membantu mencari nafkah keluarga dengan berjualan atau membuat produk untuk dijual ketika suaminya harus menganggur. Belum lagi ibu yang harus menjadi penopang keluarga ketika suaminya meninggal akibat pandemi covid-19.

Dari sisi psiko-sosial, ibu juga mengalami dampak yang berat akibat pandemi sebagai akibat lanjutan dari dampak ekonomi. Tekanan ekonomi yang tinggi menyebabkan ibu kerap menjadi korban dalam bentuk KDRT baik verbal, psikis maupun fisik.

Data LBH APIK menunjukkan terjadinya 110 kasus KDRT yang dilaporkan sejak pemberlakukan PSBB sampai 20 Juni atau meningkat 2 kali lipat dibanding tahun sebelumnya. Laporan kenaikan KDRT juga terjadi di Belgia, Bulgaria, Perancis, Irlandia, Rusia, Spanyol, dan Inggris.

Bahkan Badan Kependudukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFPA) memperkirakan akan ada 31 juta kasus kekerasan domestik di dunia jika karantina wilayah berlangsung hingga enam bulan.Belum lagi depresi yang muncul akibat dibayani ketakutan tertular covid-19.

Mewujudkan Ibu Tangguh di Era Pandemi Covid-19

Melihat peran penting ibu dalam rumah tangga serta ancaman yang dihadapi ibu dalam menghadapi pandemi covid-19 ini, maka menjadi penting untuk memberikan perlindungan ekstra bagi kelompok ibu dalam masa pandemi.

Disisi lain juga perlu untuk terus memberikan dukungan dan penguatan bagi ibu untuk terus bertahan dan berperan dalam menghadapi pandemi ini agar keluarga tetap kokoh. Perlindungan pertama tentu saja dengan memberikan keamanan dan rasa aman ketika ibu sesuai dengan kodratnya harus melakukan pemeriksaan kesehatan bagi diri maupun balitanya di Faskes.

Ibu juga harus mendapatkan dukungan nutrisi yang memadai selama tetap di rumah agar bisa tetap sehat, terutama bagi ibu hamil dan menyusui. Oleh karena itu program peningkatan nutrisi bagi ibu tidak boleh dilupakan diantara program bantuan sosial dalam mengatasi pandemi covid-19.

Kedua, ibu harus mendapat dukungan dari seluruh anggota keluarga dan lingkungan masyarakat dalam menjalankan perannya dan membuat dirinya selalu merasa bahagia dan dibutuhkan.

Apalagi ada tambahan peran seorang ibu di masa pandemi ini yaitu mendampingi anaknya menjalani pembelajaran jarak-jauh. Bahkan ketika ada diantara warga yang terinfeksi covid dan keluarganya harus menjalani isolasi mandiri di rumah, ibu-ibu yang biasanya lebih cepat bergerak untuk melakukan koordinasi menyediakan pemenuhan kebutuhan makanan bagi keluarga tersebut dan membangun semangat kegotong-royongan.

Peran-peran ini perlu mendapat apresiasi dari keluarga dan lingkungan bahkan juga dari pemerintahan lokal agar ibu semakin merasa bahagia dan termotivasi serta tidak depresi akibat pandemi. Peran keluarga dan masyarakat menjadi penting untuk membantu beban berat seorang ibu, terutama dalam masa pandemi corona Covid-19.

Oleh karena itu advokasi yang terkait dengan pandemi perlu juga memberi perhatian terkait dengan tantangan yang dihadapi ibu dalam masa pandemi.

Ketiga, perlunya melibatkan dan memperkuat peran ibu dalam perubahan prilaku keluarga di masa pandemi terutama dalam menjalankan prilaku hidup sehat dan bersih. Ibu perlu didukung dalam menjalankan peran perubahan prilaku keluarga.

Ibu dengan kemampuannya untuk dekat dengan semua anggota keluarga, menjadi sentral dalam mendukung mewujudkan prilaku hiduo sehat dan bersih do keluarga dan pada akhirnya meluas ke masyarakat.

Karena itulah ibu memiliki peran yang sangat penting dalam menghadapai pandemi ini secara luas melalui peran pentingnya di keluarga dan tentu saja perlu mendapat dukungan penuh semua pihak.

Selamat Hari Ibu.