Kartu Prakerja Berubah Jadi Pelatihan Offline, Kurniasih: Banyak Catatan Belum Dilaksanakan

Jakarta — Pemerintah berencana membuat program Kartu Prakerja tidak lagi menjadi program bantuan sosial dengan memfokuskan diri sebagai program pelatihan.

Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS Dr Kurniasih Mufidayati mengingatkan agar pengelola kartu prakerja menyelesaikan berbagai catatan yang diberikan KPK dan BPK untuk proses perbaikan sebelum memulai program baru.

Ia menyebut sudah ada catatan dari KPK dan penilaian dari BPK terkait dugaan pemborosan dan tidak tepat sasaran bagi program Kartu Pra Kerja. BPS juga menyebut survei 66,47 persen penerima Kartu Prakerja itu statusnya adalah pekerja.

Kurniasih mengimbau pengelola Kartu Prakerja, sebelum beranjak menjadikan program pelatihan offline, perlu perbaikan dari rekomendasi-rekomendasi lembaga negara terkait.

Kurniasih menyebut, BPK secara resmi memberikan rekomendasi agar Menko Perekonomian memerintahkan direktur eksekutif

Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja (MPPKP) untuk mempertanggungjawabkan pembayaran kepada penerima kartu prakerja setelah data blacklist atau update blacklist yang diterima sebesar Rp390,32 miliar.

“Rekomendasi BPK sudah dilakukan belum? ini BPK yang memberikan catatan jadi jangan tidak dianggap. Itu dilakukan dulu sebelum melaksanakan program lain,” cetus Kurniasih dalam keterangannya, Kamis (14/7/2022).

Kurniasih meminta agar pelaksanaan pelatihan kartu prakerja offline tidak bertubrukan dengan program pelatihan kerja yang sudah ada seperti BLK di Kemenaker.

“Catatan-catatan sebelumnya soal penggunaan dan pemborosan anggaran. Jadi jika nanti fokus ke pelatihan offline apa tidak overlapping dengan yang sudah dilakukan kementerian dan lembaga lain. Lalu dengan catatan penggunaan anggaran, tentu publik akan bertanya apakah biaya pelatihan offlinenya akan jauh lebih besar dibanding manfaat yang diterima peserta?” ungkap Kurniasih.

Terlebih, Kartu Prakerja ini telah menjadi janji politik Presiden Joko Widodo yang akan memberikan insentif kepada pengangguran. “Sebagai janji politik tentu publik berhak mengawal dan menagih, jika formatnya berubah dan beda maka wajar jika kembali publik mempertanyakan janji politik presiden,” urai Kurniasih.