JAKARTA — Kasus maraknya dispensasi pernikahan karena kasus hamil di luar nikah yang sempat menghebohkan di beberapa kota/kabupaten merupakan fenomena gunung es.
BKKBN Jawa Timur melansir data yang mencengangkan yakni ada 15.212 permohonan dispensasi pernikahan dengan 80 diantaranya karena pemohon telah hamil.
Pengadilan Tinggi Agama Semarang Jawa Tengah juga mencatat ada 11.392 kasus dispensasi nikah di Jawa Tengah selama tahun 2022 sebagian besar disebabkan adanya kejadian hamil di luar nikah. Data yang sama juga didapatkan di Lampung dengan 649 kasus, kota Bima NTB 276 kasus dan daerah lainnya.
Ketua DPP PKS Bidang Perempuan dan Ketahanan Keluarga (BPKK) Dr Kurniasih Mufidayati menyatakan prihatin dengan maraknya fenomena dispensasi pernikahan karena hamil di luar nikah.
Good Mention Institute yang dikutip dalam laporan estabillity tahun 2022 menyebut angka kehamilan yang tidak diinginkan di Indonesia antara tahun 2015 hingga 2019 mencapai 40 persen dari jumlah kehamilan.
Kurniasih menyebut jumlah tersebut cukup tinggi dengan hampir separuh angka kelahiran di Indonesia ternyata kehamilan yang tidak diinginkan.
“Ini menjadi keprihatinan kita bersama dimana angka dispensasi pernikahan karena hamil di luar nikah sangat tinggi. Ada banyak yang menjadi korban, sebab mayoritas kehamilan yang tidak diinginkan bisa berujung aborsi, sementara jika berlanjut ke jenjang pernikahan ada banyak ketidaksiapan di sana,” sebut Kurniasih dalam keterangannya, Kamis (2/2/2023).
Bagi pasangan yang belum siap menikah dan hamil, kehamilannya bisa mengakibatkan bayi stunting jika tidak ditangani dengan baik. Jika mentalnya belum siap juga akan bisa memicu konflik rumah tangga yang berujung pada angka perceraian.
Anggota Komisi IX DPR RI ini menyebut, BKKBN seharusnya bisa lebih menggencarkan gerakan Generasi Berencara (GenRe) sampai level desa. Sebab, tidak bisa dipungkiri saat ini kasus-kasus dispensasi pernikahan karena hamil di luar nikah banyak terjadi di pedesaan.
“GenRe dari BKKBN itu memiliki tiga fungsi edukasi pencegahan yakni pernikahan dini, pergaulan atau seks bebas dan penggunaan Narkoba. Sehingga sangat pas untuk mengedukasi generasi remaja agar tidak terjatuh ke pergaulan yang salah,” ungkap Kurniasih.
Penguatan struktur ketahanan keluarga dengan pembangunan akhlak anak bisa menjadi pondasi dalam perbaikan generasi. “Ketahanan keluarga ini mencakup banyak hal termasuk dari sisi ekonomi keluarga, bagaimana peran ayah dan ibu. Ini sudah darurat di tengah gempuran godaan besar di luar sana,” imbuh Kurniasih.