Dr.Kurniasih Mufidayati, M.Si
Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS
Keputusan Pemerintah untuk menghapuskan tenaga kerja honorer di berbagai sektor melalui berdasarkan Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Nomor: B/185/M.SM.02.03/2022 tertanggal 31 Mei 2022 seakan menjadi puncak ketidakpastian nasib tenaga honorer di bidang kesehatan.
Perjuangan tenaga honorer kesehatan yang bekerja d berbagai fasilitas kesehatan pemerintah di pusat maupun daerah untuk bisa diangkat menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) sudah diajukan sejak lama mengingat tugas mereka yang cukup berat dan terbatasnya tenaga kesehatan ini terutama di daerah-daerah.
Tenaga honorer memiliki peranan dan kontribusi yang besar dalam sistem kesehatan terutama dalam pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Tenaga honorer kesehatan merupakan ujung tombak pelayanan dasar kesehatan di masyarakat. Puskesmas dan Puskesmas pembantu yang tersebar di seluruh pelosok negeri didominasi oleh tenaga kesehatan yang berstatus tenaga honorer.
Di suatu daerah di Kalimantan misalnya, tenaga Puskesmas yang ada, 75% nya adalah tenaga honorer dan hanya 25% yang berstatus ASN. Merekalah yang siap bertugas di daerah-daerah terpencil, pelosok bahkan di pulau-pulau kecil dan pulau terluar dengan pengorbanan yang tinggi. Tidak jarang diantara mereka yang harus meninggalkan keluarganya untuk menjalankan tugas. Demikian pula yang bertugas di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) pada daerah-daerah yang jauh.
Pandemi covid-19 yang sudah berlangsung lebih dari dua tahun semakin menegaskan peran penting dari tenaga honorer kesehatan. Tenaga kesehatan merupakan garda terdepan dalam penanganan pandemi covid-19 hingga hari ini. Selama penanganan pandemi covid-19 inilah para tenaga kesehatan termasuk tenaga honorer kesehatan menjalani tugas dengan resiko tinggi.
Tenaga honorer kesehatan ini tidak hanya sebagai dokter dan perawat, namun juga petugas laboratorium. ambulance dan sebagainya. Petugas honorer kesehatan itulah yang turun ke desa-desa, kampung-kampung, melakukan swab kepada warga dalam rangka tracing sampai melakukan penanganan terhadap warga yang terpapar covid-19. Dari 670 perawat, 398 bidan, 51 ahli teknologi laboratorium medis dan 58 apoteker yang meninggal dunia selama penanganan pandemi covid-19, sebaagian nya adalah tenaga kesehatan honorer
Perjuangan Status Tenaga Honorer Kesehatan
Perngorbanan yang demikian besar dalam penanganan pandemi covid-19 maupun pelayanan kepada masyarakat ternyata harus menghadapi kenyataan dengan rencana penghapusan tenaga honorer di semua sektor termasuk sektor kesehatan. Padahal selama inipun nasib tenaga honorer kesehatan cukup memprihatinkan dengan gaji yang rendah dan tidak mengalami peningkatan kesejahteraan yang signifikan. Harapan untuk diangkat menjadi ASN pun tidak kunjung datang.
Pemerintah memang membuka kran perekrutan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Namun sejumlah kendala menjadi hambatan bagi tenaga honorer kesehatan untuk menjadi pegawai PPPK. Dengan jumlah tenaga kesehatan non ASN yang berjumlah 213.249 sementara formasi untuk PPPK sektor kesehatan jauh lebih kecil dari jumlah tersebut.
Belum lagi persyaratan teknis yang harus dilalui untuk ikut dalam seleksi PPPK. Pelamar PPPK Tenaga Kesehatan harus memiliki kualifikasi Pendidikan sesuai dengan formasi jabatan fungsional yang dilamar. Untuk persyaratan khusus, peserta PPPK Tenaga Kesehatan harus memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) dan memiliki masa kerja sesuai dengan formasi Jabatan Fungsional yang dilamar, dengan masa kerja antara 2 sampai 5 tahun sesuai jenjangnya.
Meskipun pemerintah memprioritaskan tenaga honorer kategori II untuk rekrutmen PPPK Kesehatan 2022, namun jumlahnya tetap terbatas untuk menampung tenaga honorer kesehatan yang ada. Tenaga honorer kesehatan juga memiliki tantangan tersendiri untuk bisa masuk sebagai PPPK.
Misalnya tenaga honorer yang kebanyakan sudah berumur harus bersaing dengan yang baru lulus (fresh graduate). Belum lagi kondisi tenaga honorer di daerah yang kebanyakan tidak memiliki fasilitas yang memadai untuk mengikuti tes seleksi.
Tenaga Honorer Kesehatan ini tentu saja tidak boleh disia-siakan dengan menggantung nasib mereka ditengah rencana penghapusan tenaga honorer. Pengabdian yang panjang yang sudah dilakukan ditambah dengan pengalaman dan keahlian yang dimiliki tentu sangat dibutuhkan negeri ini yang masih sangat kekurangan tenaga kesehatan.
Memang harus diakui masih ada permasalahan dalam keberadaan tenaga honorer kesehatan ini. Jumlahnya yang besar dan ada sebagian kecil juga kurang didukung dengan kualitas SDM yang memadai, tenaga honorer kesehatan ini juga tidak terdistribusi merata di seluruh wilayah Indonesia.
Mencari Terobosan Kebijakan
Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar menyebabkan kebutuhan terhadap tenaga kesehatan ini juga menjadi sangat besar. Apalagu dengan wilayah yang membenatng luas dan tersebar dalam banyak pulau menyebabkan kebutuhan tenaga kesehatan menjadi lebih besar lagi.
Jika mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan No. 81/Menkes/SK/I/2004 tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan Sumber Daya Manusia Kesehatan di Tingkat Propinsi, Kabupaten/Kota serta Rumah Sakit, terutama dengan mengacu pada metode perhitungan kebutuhan tenaga berdasarkan pendekatan rasio terhadap nilai tertentu.
Berdasarkan perhitunga tersebut, maka pada tahun 2025 diharapkan ketersediaan tenaga dokter umum dan dokter spesialis masing-masing 112 dan 28 per 100 ribu penduduk, dokter gigi 11 per 100 ribu penduduk, perawat dan bidan masing-masing 158 dan 75 per 100 ribu penduduk, sanitrian dan tenaga gizi masing-masing 35 dan 56 per 100 ribu penduduk
Sementara Data Kementerian Kesehatan menunjukkan hanya untuk tenaga perawat dan bidan yang sudah melebihi target rasio tersebut. Sedangkan untuk dokter dan tenaga kesehatan lainnya masih jauh dari target rasio yang ditetapkan. Persoalan lainnya adalah masalah ketersebaran. Meskipun jumlah perawat dan bidan sudah melebihi target rasio untuk taun 2025, namun tenaga kesehatan ini tidak tersebar merata.
Daerah luar Jawa dan pulau-pulau kecil masih sangat kekurangan tenaga kesehatan, termasuk di Puskesmas dan RSUD nya. Sistem Informasi SDM Kementerian Kesehatan per 29 April 2022 memberikan gambaran masih minimnya jumlah tenaga kesehatan di daerah. Sebanyak 5,6% Puskesmas tidak memiliki dokter, 53% Puskesmas belum memiliki sembilan jenis tenaga kesehatan sesuai standar, dan 41,5% RSUD belum memiliki tujuh jenis dokter spesialis.
Diperlukan terobosan untuk memecahkan masalah tenaga honorer kesehatan sekaligus pemenuhan tenaga kesehatan di daerah. Pertama, tentu saja mendorong dan mengawal Menteri Kesehatan untuk memenuhi janjinya utuk memberikan prioritas kepada tenaga honorer kesehatan untuk menjadi PPPK di daerahnya masing-masing, sebelum melakukan rekrutmen PPPK dari yang baru. Tenaga honorer kesehatan ini sudah terbukti dalam bekerja dan mereka juga sudah lamu mengabdi kepada pemerintah daerah maupun pemerintah pusat.
PPPK tenaga kesehatan yang mulai dibuka pada 3 November 2022 harus menjadi pintu untuk memberikan prioritas bagi tenaga honorer kesehatan ini untuk menjadi PPPK dan menyesuaikan dengan kebutuhan tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan. Harus dipastikan bahwa pelamar PPPK kesehatan yang bisa melamar adalah eks tenaga honoer kesehata K 2 ini berjalan.
Jika perlu, mengurangi hambatan teknis yang masih dihadapi oleh tenaga honorer kesehatan ini untuk menjadi PPPK termasuk kemudahan dalam melakukan pendaftaran dan memberikan kesempatan yang luas untuk mendaftar. Komisi IX DPR akan terus mengawal dan memastikan kebijakan ini dijalankan secara konsisten
Langkah beberapa daerah seperti di Kalimantan Timur yang tidak akan menghapuskan tenaga honorer kesehatan dan tetap akan mempekerjakannya di semua fasilitas kesehatan yang dikelola pemerintah patut diapresiasi. Kemudian secara bertahap akan mengangkat tenaga honorer mengangkat tenaga honorer kesehatan ini menjadi PPPK.
Dari 1111 tenaga honorer kesehatan di Pemprov Kalimantan Timur, ada tahap pertama akan diangkat 498 tenaga honorer ini sebagai PPPK. Tenaga honorer kesehatan daerah harus didorong untuk diserap oleh PPPK daerah.
Kedua, mendorong tenaga honorer kesehatan yang masih belum tertampung untuk menjadi PPPK di daerah-daerah yang masih kekurangan tenaga kesehatan dengan memberikan insentif khusus dan fasilitas yang memadai.
Cukup banyak daerah di Indonesia yang masih kekurangan tenaga kesehatan. Sementara banyak juga tenaga honorer kesehatan yang terkonsentrasi pada daerah-daerah tertentu saja dan kurang menyebar. Untuk memenuhi gap ini, maka perlu ada kebijakan untuk mendorong tenaga honorer kesehatan mengisi PPPK di daeeah yang kekuranga tenaga kesehatan.
Bahkan untuk daerah yang cukup jauh dari ibukota propinsi atau ibukota kabupaten, bisa diberikan insentif dan fasilitas yang layak agar para tenaga honorer kesehatan ini mau mengabdi di daerah tersebut sebagai PPPK.
Pada saat yang sama fasilitas pelayanan kesehatan harus dilengkapi dengan peralatan dan fasilitas penunjang medis yang memadai untuk kerja tenaga kesehatan tersebut. Banyak tenaga kesehatan yang tidak bersedia ditempatkan di faskes di daerah-daerah karena minimnya sarana dan fasilitas medis di faskes tersebut untuk menjalankan tugasnya
Ketiga, memberikan jalur khusus penerimaan CPNS bagi tenaga honorer khususnya untuk jabatan fungsional pada tenaga honorer kesehatan yang betul-betul dibutuhkan sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya.
Tenaga honorer kesehatan adalah jenis tenaga honorer yang memiliki tugas teknis fungsional. Tidak jarang diantara mereka adalah dokter spesialis atau ahli tertentu di bidang medis dengan keahlian tertentu yang selama ini tidak tertampung dalam formasi PNS di rumah sakit pemerintah, namun tenaganya sangat dibutuhkan.
Tenaga honorer kesehatan adalah pahlawan masyarakat di bidang kesehatan yang saat ini masih berjuang dengan statusnya. Mereka yang diantaranya memberikan pelayanan kepada masyarakat di pelosok desa, pulau kecil, daerah terluar dengan fasilitas yang minim dan medan tugas yang berat.
Mereka juga yang berjibaku mempertaruhkan nyawa dalam menangani pandemi covid-19 lalu sehinga sebagian mereka berguguran dalam tugas penanganan pandemi covid-19. Maka di Hari Kesehatan di bulan November sudah selayaknya mereka mendapatkan kejelasan statusnya, setidaknya dalam penerimaan formasi PPPK yang di buka di bulan ini. Selamat Hari Kesehatan 2022