Menerima Masukan dari Banyak Pihak, Kurniasih: Pembahasan RUU Kesehatan Agar Lebih Mendalam

Jakarta — Fraksi PKS DPR RI menggelar PKS Mendengar untuk RUU Kesehatan yang dilakukan secara omnibus. Anggota Panja RUU Kesehatan FPKS Kurniasih Mufidayati menyebutkan PKS Mendengar digelar secara interaktif dalam dua hari Sabtu (29/4) dan Ahad (30/4). Sementara masukan dari berbagai kalangan akan tetap diterima oleh Fraksi PKS.

Pada Sabtu, hadir dalam PKS Mendengar RUU hadir perwakilan Perhimpunan Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia, Center for Public Mental Health UGM, Ikatan Perawat Kesehatan Jiwa Indonesia, Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia, Ikatan Psikolog Klinis Indonesia, Prokami dan stakeholder kesehatan jiwa di Indonesia. Kemudian dilanjut masukan dari PB IDI, PB IBI, Ikatan Psikolog Klinis Indonesia dan PPNI.

“Kami ingin mendapatkan masukan dari semua stakeholder untuk semua klaster pembahasan sehingga dalam satu hari kami gelar beberapa sesi dan bersyukur banyak teman-teman yang memberikan respon baik dan memberikan masukan. Harapannya agar pembahasan RUU Kesehatan bisa lebih mendalam,” ujar Kurniasih dalam keterangannya.

Perwakilan PB IDI Fika Ekayanti menyampaikan PB IDI secara resmi sudah memberikan catatan masukan pada Daftar Inventaris Masalah (DIM) kepada Fraksi PKS. Salah satu catatan besarnya adalah regulasi yang baik terkait organisasi profesi.

Ketua Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Pusat Emi Nurjasmi menambahkan pihaknya menjelaskan bidan di Indonesia baru saja bersyukur UU Kebidanan baru saja diresmikan kurang dari setahun. Ia meminta agar tidak

“UU Kebidanan belum sampai satu tahun saat berjuangnya 15 tahun lebih dan ini sudah mau dicabut. UU Kebidanan ini mengatur hulu sampai hilir dan dunia mengakui di Indonesia untuk kebidanan ada payung hukum yang kuat. Jadi mohon diperhatikan benar,” katanya.

Kemudian, perwakilan dari IPK Indonesia, Wahyuni Nhira Utami mengatakan di dalam RUU Kesehatan ini terjadinya ambiguitas terkait dengan jenis psikolog yang dapat dikatakan sebagai tenaga kesehatan. Hal ini dikarenakan tidak semua psikolog adalah tenaga kesehatan, yang disebut tenaga kesehatan adalah psikolog klinis.

Kepala Center for Public Mental Health Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Diana Setiyawati mengatakan pembangunan jiwa sangat penting sebagaimana pembangunan kesehatan fisik.

Ia menyebut UU No. 18/2014 tentang Kesehatan Jiwa adalah satu-satunya dokumen komprehensif
yang dipunyai Indonesia terkait Kesehatan Jiwa. Namun dalam RUU Kesehatan, pembahasan Kesehatan jiwa banyak dipangkas dan meninggalkan hanya beberapa pasal saja.

Kurniasih menyebutkan hingga beberapa hari ke depan, PKS Mendengar RUU Kesehatan akan terus dilanjutkan untuk menerima semua stakeholder RUU Kesehatan.