Jakarta — Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati menekankan rentannya perlindungan terhadap pekerja lewat disahkannya UU Cipta Kerja akan berpengaruh terhadap visi Indonesia Emas Presiden Joko Widodo.
Ia menyebut, visi Indonesia Emas 2045 disebut Jokowi bertumpu pada pembangunan SDM yang siap bersaing secara global.
“Bagaimana kita akan meningkatkan kapasitas SDM jika proteksi minim, tidak terlindungi dan ada ancaman penurunan kesejahteraan pekerja. Padahal di setiap keluarga di Indonesia kemungkinan besar ada satu yang berstatus pekerja,” papar Mufida dalam Webinar UU Cipta Kerja yang digelar Katalis Madani Filantropi (KMF), Ahad (11/10/2020) malam.
Menurunnya proteksi bagi pekerja dan berkurangnya jaminan terhadap mereka merupakan salah satu alasan F-PKS melakukan kritik sejak awal dan terakhir menolak UU Cipta Kerja dalam Rapat Baleg dan Paripurna.
Mufida kembali memprihatinkan situasi belum selesainya dokumen resmi dari Baleg atas naskah final UU Cipta Kerja yang telah ketok palu dalam Paripurna 5 Oktober lalu. “Itu juga membuat kita banyak polemik akhirnya, bicaranya berbasis apa?” ungkap dia.
Tentang jaminan bagi pekerja juga disinggung Pengajar FEB Universitas Indonesia Riani Rachmawati. Bagi akademisi yang akrab disapa Riri ini, esensi terhadap ketenagakerjaan bukan hanya soal menyediakan lapangan pekerjaan tetapi pekerjaan yang layak.
“Menurut ILO yang diperlukan itu desent work, pekerjaan yang layak. Ada beberapa aspek dalam UU Cipta Kerja ini yang tidak mengakomodir sebuah pekerjaan yang layak seperti akomodasi semangat inklusi, soal job security dan pengembangan skill pekerja,” papar dia.
Selain itu, Riri menyebut dalam pembahasan UU Cipta Kerja kali ini ia berpendapat keterlibatan buruh dalam pembahasan dirasa amat kurang.
“Ada kemunduran tidak melibatkan pekerja dan memandang pekerja sebagai objek bukan pelaku ekonomi,” imbuhnya.
Pakar Hukum Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah melihat dalam kacamata kebijakan publik, PR Presiden Joko Widodo untuk menerbitkan kurang lebih 40 Peraturan Pemerintah dan 5 Perpress sebagai aturan turunan dari UU Cipta Kerja ini.
Ia melihat potensi masalah kembali saat Presiden meminta diterbitkannya seluruh peraturan turunan tersebut dalam satu bulan.
“Kalau dalam UU disebutkan waktu tiga bulan untuk menerbitkan kurang lebih 40 PP dan 5 Perpress, dan Presiden meminta selesai dalam satu bulan. Ini bisa jadi masalah sendiri,” kata dia.
Beberapa PP yang akan menjadi sorotan, menurur Trubus adalah soal pengupahan sebagai revisi PP 78 tahun 2015.
“Nanti ada UMR, UMP, UMK, disinggung disana nanti agak alot, karena Presiden minta buruh dilibatkan nanti akan alot lagi,” ungkap dia.
Selain itu yang bisa memunculkan persoalan lainnya adalah PP soal Jaminan Kehilangan Pekerjaan. Negara, ujar dia, ikut hadir dalam menanggung pesangon karyawan yang terkena PHK.
“Ada pertanyaan jaminannya dalam bentuk pelatihan. Ini pelatihan jenis apa? apa sama dengan kartu Prakerja yang amburadul atau yang lain?” ungkapnya.
Kemudian, pemerintah bertanggung jawab kepada pekerja yang di PHK sampai mendapat pekerjaan baru. “Pertanyaannya berapa lama? karena ini berimplikasi terhadap APBN. Jangan sampai jadi anggaran fiktif. Kemudian ada pertanyaan soal pendanaan kepersertaan apakah sama dengan di BPJS atau bagaimana?” katanya.