JAKARTA — Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS Kurniasih Mufidayati menyebut perbaikan UU Cipta Kerja perlu mendengar masukan dari kalangan penyandang disabilitas. Sebab menurutnya, teman-teman penyandang disabilitas merasa dirugikan dengan pemberlakuan UU Cipta Kerja.
“Jika yang bermasalah adalah proses pembuatan UU Cipta Kerja yang tidak melibatkan banyak pihak maka hal ini harus diperbaiki dengan mendengarkan aspirasi teman-teman penyandang disabilitas yang merasa dirugikan dalam UU Cipta Kerja,” sebut Mufida dalam momentum Hari Disabilitas Internasional.
Ia menyebut kesetaraan bekerja juga harus dimiliki oleh penyandang disabilitas. Bahkan UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas secara tegas mengatur bahwa difabel tetap memiliki hak untuk bekerja, kewirausahaan dan koperasi.
Menurut Mufida, keberatan yang disampaikan penyandang disabilitas adalah penyebutan kata ‘cacat’ dalam UU Cipta Kerja yang dalam UU Penyandang Disabilitas sudah tidak lagi digunakan kata tersebut.
Selain itu, UU Cipta Kerja menganulir ketentuan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, Pasal 24 angka 13 UU Ciptaker yang menghapus ketentuan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
Penghapusan ini ini disebut telah menghilangkan hak penyandang disabilitas dalam mendapatkan kemudahan akses bangunan gedung. Sehingga justru menyulitkan para pencari kerja dari kalangan penyandang disabilitas.
“Penggunaan istilah ‘cacat’ dan penghapusan soal aturan kemudahan akses ini kan aturan yang mundur. Bekerja adalah hak setiap warga negara termasuk mereka penyandang disabilitas. Kalau aturannya saja tidak berpihak, bagaimana dengan akses kesetaraan dalam bekerja?” ungkap Mufida.
Selain itu aturan durasi pekerja dengan perjanjian kerja dalam waktu tertentu (PKWT) yang otomatis menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) setelah tiga tahun yang dihapus UU Cipta Kerja dinilai ikut berdampak pada pekerja difabel.
“Teman-teman difabel merasak tidak mendapat kepastian, sebab jikapun peralihan ke PKWTT jangka waktunya lebih tidak tentu, teman-teman difabel khawatir pengusaha lebih menomorsatukan pekerja dengan fisik yang lebih sempurna dibanding teman-teman difabel,” ujar Mufida.
Sebab itu, penting bagi Pemerintah dan DPR untuk mendengarkan masukan dari penyandang disabilitas. “Jangan sampai seremoni Hari Disabilitas hanya lips service tanpa ada keberpihakan yang nyata bagi mereka,” ungkap Mufida.