Jakarta — Pemerintah menargetkan untuk bisa mengesahkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja pada bulan ini. Sangat terlihat pembahasan maraton di Baleg dan mengejar target waktu secepatnya.
Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati mengatakan seharusnya pembahasan RUU ini tidak terburu-buru. Justru sebaliknya, harus pelan-pelan, detail, hati-hati berbasis kajian mendalam. Khususnya menyikapi dampak Pandemi global yang belum diketahui kapan akan berakhir
Ia secara pribadi sepakat upaya mendatangkan investasi ke Indonesia oleh pemerintah. Namun, pertanyaan besarnya adalah situasi resesi global sedang berlangsung, termasuk Indonesia mendapat dampak yang tak ringan.
Mufida menyatakan pemerintah dan DPR harus betul-betul mendengarkan suara pekerja yang menolak RUU Cipta Kerja. Menurut Mufida, penolakan ini tidak main-main dan menunjukkan ada masalah serius dalam RUU Cipta Kerja ini dari sisi pekerja.
“RUU ini dinilai kalangan pekerja sangat merugikan karena berpotensi menghilangkan banyak hak pekerja, menimbulkan ketidakpastian nasib pekerja bahkan juga berpotensi menimbulkan banyak pengangguran baru,” kata Mufida di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (23/9/2020).
Dalam beberapa dialog yang dilakukan dengan berbagai serikat pekerja, terungkap berbagai potensi ancaman bagi pekerja dari RUU Cipta Kerja ini seperti hilangnya pesangon, tidak ada lagi upah minimum, kerja kontrak tanpa batas waktu, outsourcing untuk semua jenis pekerjaan dan lainnya.
Mufida mengingatkan bahwa keinginan pemerintah untuk meningkatkan daya tarik investasi di Indonesia jangan sampai mengorbankan pekerja. Dalam berbagai penelitian maupun pemeringkatan iklim investasi, permasalahan investasi di Indonesia adalah pada ketidakpastian regulasi dan perizinan yang rumit.
“Maka seharusnya inilah yang lebih dahulu dibenahi dan bukan justru membuat aturan yang banyak merugikan pekerja di dalam negeri. Apalagi dalam RUU ini juga justru memberikan kemudahan bagi pekerja asing,” kata Sekretaris Bidang Pekerja, Petani dan Nelayan DPP PKS ini.
Anggota DPR dari Dapil DKI Jakarta 2 ini juga mengingatkan bahwa dalam situasi pandemi ini harusnya pemerintah tidak ngotot untuk segera mengesahkan RUU Cipta Kerja karena Komisi IX DPR juga masih terus melakukan pengkajian terhadap pasal-pasal yang bermasalah.
“Jadi bukan lagi tentang harmonisasi dan sinkronisasi, tapi memang ada pasal-pasal yang harus dibatalkan atau diubah secara total karena tidak sesuai dengan aspirasi pekerja dan berpotensi merugikan. Bahkan jika bicara daya tarik investasi dan permasalahan yang ada dalam investasi di Indonesia, pasal-pasal tersebut tidak relevan untuk ada di RUU Cipta Kerja ini dan terkesan dipaksakan untuk kepentingan pengusaha,” terang Mufida.
RUU Cipta Kerja, menurut Mufida, jangan hanya membela kepentingan golongan tertentu dalam mengolah sumberdaya alam di Indonesia.
Bukan hanya merugikan pekerja lokal, RUU ini juga berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan dan mengabaikan kearifan lokal dalam pengelolaan sumberdaya. Oleh karenanya banyak penolakan terhadap RUU Cipta Kerja ini dari kalangan aktivis pekerja, lingkungan maupun kalangan akademisi.
“Sehingga menjadi aneh kalau pemerintah tetap menginginkan RUU ini disahkan dalam bulan ini yang hanya tinggal 7 hari lagi,” kata dia menegaskan.