akarta — Setelah mendapatkan saran dan permintaan dari berbagai pihak, akhirnya pemerintah menetapkan batas harga tertinggi untuk swab test mandiri dengan metode RT-PCR. Batas harga tertinggi yang ditetapkan pemerintah kepada penyedia layanan swab PCR adalah sebesar Rp. 900.000 untuk sekali swab test dengan RT-PCR. Sebelumnya biaya yang ditetapkan berbeda-beda antar penyedia layanan, baik fasilitas kesehatan maupun laboratorium dan cenderung cukup tinggi bagi masyarakat yang mau melakukan tes secara mandiri.
Menanggapi kebijakan tersebut, Anggota Komisi IX DPR Kurniasih Mufidayati menyatakan sudah seharusnya pemerintah menetapkan batas harga maksimun untuk masyarakat yang ingin melakukan swab mandiri. Selama ini biaya layanan yang dibebankan cukup tinggi dan pemerintah tidak melakukan kebijakan apapun.
“Padahal kemauan masyarakat untuk melakukan swab PCR mandiri cukup membantu pemerintah dalam mengidentifikasi orang yang terinfeksi covid-19, terutama yang tanpa gejala maupun bergejala ringan. Kebijakan ini diharapkan akan meningkatkan jumlah tes yang dilakukan yang berasal dari swab mandiri untuk melakukan deteksi terhadap dirinya sendiri,” kata Mufida dalam keterangannya di Jakarta, Ahad (4/10/2020).
Namun Mufida mengingatkan agar kebijakan ini jangan mengabaikan atau mengurangi aktivitas pemerintah untuk melakukan 3T yaitu Testing-Tracing-Treatment. Meskipun kebijakan batas harga ini diharapkan akan diikuti dengan meningkatnya tes mandiri yang dilakukan oleh masyarakat, namun pemerintah harus tetap aktif melakukan testing dengan swab PCR dalam rangka tracing maupun untuk menjaring mereka yang terinfeksi Covid-19 agar penyebaran dan penularan Covid-19 bisa lebih terkendali. Apalagi masih banyak masyarakat yang tidak disiplin dalam melaksanakan protokol kesehatan.
Menurut anggota DPR dari Fraksi PKS ini, saat ini jumlah test Indonesia masih rendah dibandingkan negara-negara lain. Dengan jumlah penduduk hampir 300 juta, jumlah tes per 2 Oktober 2020 menurut worldometers baru mencapai 3,365,490 atau baru 12,271 per 1 juta penduduk. Jumlah ini bahkan masih kalah dari Philipina yang sudah mencapai 34,563 per 1 juta penduduk atau Malaysia yang mencapai 48,696 tes per 1 juta penduduk. Padahal penambahan kasus harian di Indonesia sudah diatas 4000 kasus per hari, sementara Malaysia hanya 136 kasus baru per hari.
“Saat ini Pemerintah justru disibukan dengan persiapan untuk pelaksanaan vaksin Covid-19 padahal vaksin-vaksin yang sedang dikembangkan juga masih tahap uji klinis. Sibuk urusan vaksin ini seakan pemerintah mengabaikan keaktifan untuk melakukan testing secara aktif,” ujar Mufida.
Mengutip pernyataan seorang ekonom senior, Mufida mengatakan kalau masyarakat diminta disiplin melakukan protokol kesehatan 3M, maka pemerintah sebagai pemangku kebijakan harus juga disiplin menjalankan 3T. Jangan malu jika dari hasil testing ini kemudian menghasilkan banyak temuan kasus baru dan meningkatkan jumlah kasus Covid-19 di Indonesia.
“Kalau memang penambahan tersebut dari hasil testing aktif yang dilakukan dan kemudian diikuti dengan tracing untuk mendapatkan kasus baru dan treatment terhadap mereka yang terpapar Covid-19, justru menunjukkan jalur yang benar dalam melakukan pengendalian penyebaran Covid-19. Jangan bergantung dengan menunggu obat atau vaksin mulai digunakan sementara kotrban terus berjatuhan,” kata dia.