RS Swasta Mengadu Tunggakan Klaim Capai Rp 385 Miliar, F-PKS: Kita Minta Pemerintah Prioritaskan Tunaikan Kewajiban

Jakarta — Fraksi PKS menerima aspirasi dari Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) terkait Penagihan Pelayanan Claim Covid 19 Tahun 2020 yang belum dibayarkan oleh pemerintah.

Perwakilan ARSSI yang dipimpin Sekretaris Jenderal ARSSI Ling Ichsan Hanafi langsung diterima oleh Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS Kurniasih Mufidayati, Netty Presetiany dan Alifudin, Selasa (18/1/2022).

Ichsan memaparkan perjuangan ARSSI untuk memperjuangkan penagihan pelayanan klaim Covid-19 Tahun 2020 sudah dilakukan dengan mengirim surat resmi ke berbagai instansi antara lain Kementerian Kesehatan, Kemenko PMK dan Kemenko Marvest.

“Namun tidak ada hasil yang memuaskan, alhamdulillah hari ini kami langsung diterima oleh Fraksi PKS. Respons Fraksi PKS sangat membahagiakan, mudah-mudahan ini bisa menemui titik terang. Kami RS sudah berjuang memberikan pelayanan kepada pasien kenyataannya kami mengalami hambatan klaim untuk pasien Covid-19 yang ditangani RS Swasta,” ujar Ichsan.

Ichsan melaporkan, berdasarkan data yang dihimpun ARSSI setidaknya ada tunggakan Rp 385.486.388.446 yang akhirnya masuk klaim kadaluarsa karena berbagai hal. Ia yakin jumlah ini akan terus meningkat karena belum menghitung tunggakan di RS milik pemerintah sendiri atau RS Swasta lain.

Ichsan mengaku klaim yang disebut kadaluarsa itu terjadi bukan karena RS tidak ingin menyelesaikan kewajiban pelaporan dalam waktu 14 hari. Namun, ia merinci setidaknya ada 7 penyebab klaim masuk ke status kadaluarsa yang disebabkan hal-hal di luar kuasa RS.

“61,6 persen paling banyak karena ada mispersepsi soal regulasi. Mohon maaf regulasi dari pemerintah ini sangat cepat berubah ada yang bentuknya KMK ada yang Surat Edaran sehingga kami yang di lapangan kebingungan,” papar dia.

Penyebab lain karena faktor teknis aplikasi yang sedang maintanance sehingga RS tidak dapat mengirimkan klaim. Ia juga menyebut ada 15,2 persen disebabkan BPJS Kesehatan mengirimkan BAHV di luar jam kerja. “Dikirim di luar jam kerja tapi Sabtu-Minggu dihitung oleh BPJS dalam durasi 14 hari paling lambat mengirim klaim,” ungkap dia.

Ia juga menyebut faktor lainnya karena karyawan dan petugas RS banyak yang terpapar Covid-19 sehingga harus melakukan isolasi ataupun mendapat perawatan. Padahal, papar dia, waktu klaim untuk tahun 2020 terjadi pada bulan Juni, Juli, Agustus yang merupakan puncak penyebaran varian Delta.

Mufida merespons, sangat mengapresisasi kinerja RS dalam usaha nyata merawat pasien Covid-19 dan menjadi bagian dari penanggulangan Covid-19.

Ia mengatakan, laporan yang masuk menyebut ada potensi tunggakan hingga Rp 20 Triliun. Bagi Mufida, ini angka yang sangat besar. Ia melihat tunggakan pembayaran ke RS dari pemerintah akan berdampak negatif karena akan memengaruhi kesiapan RS dalam melayani tindakan medis.

“Apalagi sekarang Omicron data rawat inap di RS kembali meningkat, kita saya akan langsung sampaikan ke Menteri Kesehatan dalam RDP dengan Komisi IX sekarang. Intinya kita minta kewajiban negara ke RS Swasta ditunaikan,” sebut Mufida.

Ia akan mendorong Pemerintah untuk memprioritaskan klaim pembayaran pelayanan Covid-19 ke RS Swasta. Sebab, ujarnya, RS Swasta sudah berjibaku membantu RS pemerintah dan RS Daerah dalam penanganan Covid-19. “Kita semua paham bahwa pemerintah tidak bisa sendiri dalam proses penanganan Covid-19 itu, apalagi tadi disebutkan 64 persen RS di Indonesia adalah swasta,” ungkap dia.

Mufida menyambut baik laporan dan penyampaian aspirasi dari ARSSI termasuk dalam keberatan regulasi klaim yang akhirnya menghambat proses klaim dari RS Swasta.

“Ini masukan yang berharga dari pelaku artinya kita perlu ada perbaikan regulasi yang lebih baik dalam persoalan klaim ini,” sebut Mufida.