Tanggapi Pidato Presiden Jokowi, Mufida: Reformasi Struktural Wajib Dibarengi Reformasi Layanan Kesehatan

JAKARTA — Presiden RI Joko Widodo menyampaikan Pidato Pengantar RAPBN 2022 dalam rangka HUT ke-76 Kemerdekaan RI di Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR-DPD, Senin (16/8/2021).

Salah satu poin yang disampaikan adalah fokus APBN 2020 adalah “Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Struktural”.

Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati menanggapi semangat pemulihan ekonomi dan reformasi struktural juga wajib diiringi dengan reformasi sistem pelayanan kesehatan. Sebab , sebagaimana pidato Presiden, situasi Pandemi pada tahun 2022 tidak dapat diprediksi. Sehingga kita bisa lebih bersiap menghadapi situasi Pandemi ke depan meskipun kita optimistis situasi ini akan membaik.

Anggota Fraksi PKS DPR RI ini menyebut pidato Presiden Joko Widodo yang akan menggunakan seluruh sumber daya, analisis ilmiah, dan pandangan ahli untuk terus mengendalikan Pandemi Covid-19 masih jauh panggang dari api. Sebab, hingga 1,5 tahun penanganan Pandemi kebijakan sering berubah-ubah dan tidak memiliki fokus.

“Saat ini PR Kesehatan terutama dalam penanganan pandemi masih cukup banyak. Target vaksinasi 1-2 juta per hari belum tercapai. Ketersediaan vaksin menjadi problem dan angka 3T kita yang masih belum optimal. Jika masih seperti ini target kekebalan kelompok yang ditarget akhir 2021 bisa jadi akan mundur dan memengaruhi rencana perekonomian pada 2022,” terang Mufida dalam keterangannya, Senin (16/8/2021).

Mufida mencermati anggaran kesehatan pada RAPBN 2022 yang dipatok sebesar Rp 225,3 Triliun meningkat dari pagu APBN 2021 sebesar Rp 214,95 Triliun.

Namun, Mufida memberikan catatan masih rendahnya realisasi anggaran kesehatan pada khususnya dan realisasi keseluruhan anggaran program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021.

Realisasi anggaran program PEN 2021 baru
mencapai Rp277,36 triliun atau 37,2 persen dari pagu sebesar Rp744,75 triliun per 16 Juli 2021.

Hal ini berdampak pada terlambatnya insentif Nakes, pembayaran tagihan ke RS yang menjadi RS rujukan Covid-19 hingga terhambatnya program 3T

“Realisasi anggaran kesehatan per 16 Juli 2021 baru Rp54,1 triliun atau setara dengan 25,2 persen dari Pagu. Ini masih rendah sekali padahal digunakan untuk program 3T, biaya insentif nakes dan santunan kematian termasuk untuk pengadaan vaksin,” ujar Mufida.

Mufida juga menyebut fokus anggaran untuk kesehatan dan perlindungan sosial membutuhkan kejelasan kebijakan, tidak hanya retorika. Selama penanganan Pandemi, justru kedua kebijakan ini jadi titik lemah yang menyebabkan covid tidak bisa dikendalikan dengan baik dan memberi dampak ekonomi yang besar.

“Tanggung jawab negara harus lebih besar. Reformasi sistem kesehatan jangan melepaskan tanggungjawab negara terhadap kesehatan penduduk,” ujar dia.

Mufida juga mencermati ketersediaan stok vaksin yang terbatas terutama di daerah dan masih terkonsentrasi di kota besar harus menjadi evaluasi. Termasuk pelibatan seluruh sumber daya untuk vaksinasi hingga daerah.

Mufida juga meminta ada konektivitas anggaran dalam APBN 2022 mendatang terutama yang masih berkaitan dengan penanganan Covid-19.

“Misalnya pengembangan vaksin Merah Putih yang masih amat lambat. Pengembangan yang dulu di bawah Kemenristek kemudian dilebur dengan kementerian lain. Kita khawatir tidak ada dukungan anggaran yang memadai untuk produksi vaksin anak bangsa,” sebut dia.